Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

3. Waspada terhadap gejala seismic gap di selatan Jawa




Uraian tentang dinamika Palung Jawa dan distribusi seismisitas diatas memunculkan beberapa hal yang perlu diwaspadai berkaitan dengan sifat aktifitas seismik atau gempa yang bersumber di palung Jawa selatan. Pada prinsipnya gempa tektonik terjadi karena pelepasan akumulasi energi pada batuan (kerak bumi) yang disebabkan oleh interaksi lempeng litosferik (lempeng benua dan lempeng samudera).

Semakin tinggi akumulasi energi (strain) maka akan semakin besar gempa yang terjadi.
Fisiografi Palung Jawa selatan memungkinkan terakumulasinya energi (strain) yang tinggi terutama karena kondisi lantai samuderanya yang tidak rata dengan terdapatnya sejumlah seamount (dengan diameter antara 10 sampai 60 km) yang telah menunjam di palungnya disamping hadirnya Roo Rise sebagai seamount yang terbesar yang terletak di selatannya.

Klasifikasi Cloos (1993) tentang hadirnya material litosferik di zona tunjaman yang dapat menimbulkan orogenic collision (tumbukan orogenik) dan mengganggu proses penunjaman menyebutkan bahwa seamount seukuran Hawaii (tinggi > 8 km) merupakan ukuran ideal yang dapat menghentikan laju penunjaman, namun yang berukuran tinggi >1-2 km (seperti ukuran Roo Rise) juga dapat menyebabkan gangguan yang permanen terhadap proses penunjamannya dan mengakibatkan tingginya akumulasi energi di dalam palungnya.

Frekuensi atau banyaknya gempa yang terjadi di Sumatra jauh lebih tinggi daripada di Jawa. Di Jawa aktifitas seismik relatif lebih tenang sehingga Ghose and Oike (1988) menengarai terdapatnya silent zone atau seismic gap di sekitar garis bujur 110° BT di sekitar palung Jawa selatan yang berdekatan dengan lokasi Roo Rise. Ketenangan daerah seismic gap harus diwaspadai karena kemungkinan besar disini sedang berlangsung akumulasi energi yang tinggi di sumbu palungnya karena laju penunjaman lempeng samuderanya terhambat oleh morfologi bawah-laut seperti seamount. Sekali akumulasi energi yang tinggi ini terlepas maka gempa yang dihasilkan akan memiliki kekuatan yang besar dan dangkal (tidak jauh dari kedalaman palungnya).


Referensi Artikel :

Carolus Prasetyadi dan Sutanto @ jurnalkapaiedisi43-paper3

Cloos, M., 1993, Lithospheric buoyancy and collisional orogenesis: Subduction of oceanic plateaus, continental margins, island arcs, spreading ridges, and seamounts, Geological Society of American Bulletin, v.105, p.715-737.

Ghose, R., and Oike, K., 1988, Characteristics of seismicity distribution along the Sunda arc: Some new observations, Bull. Disas. Prev. Inst., Kyoto Univ., Vol. 38, Part 2, No. 332.

Masson, D.G.; Parson, L.M.; Milsom, L.; Nichols, G.; Sikumbang, N.; Dwiyanto, B.; and Kallagher, H., 1990, Subduction of seamounts at the Java trench: a view with long-range sidescan sonar, Tectonophysics, 185 (1990) 51-65, Elsevier Science Publishers B.V., Amsterdam.

Zen, M.T., 1983, Krakatau and the tectonic importance of Sunda Strait, Buletin Jurusan Geologi, Vol. 12, pp. 9-22.
Posted by Hendrik Boby Hertanto

Post a Comment for "3. Waspada terhadap gejala seismic gap di selatan Jawa"