RIFTHING FASE DI CEKUNGAN SUMATERA UTARA
a.
Cekungan Sumatera Utara secara tektonik terdiri dari
berbagai elemen yang berupa tinggian, cekungan maupun peralihannya, dimana
cekungan ini terjadi setelah berlangsungnya gerakan tektonik pada zaman
Mesozoikum atau sebelum mulai berlangsungnya pengendapan sedimen tersier dalam
cekungan sumatera utara.
Fase-fase
pada Riefthing fase ialah sebagai berikut:
1) Rift
Initation, merupakan fase
awal rifting, fase ini didominasi
oleh pengendapan
sedimen secara gravitational, laju penurunan relatif sama, sehingga ketebalan
sedimen seragam.
2) Rift
Climax, pada fase ini,
sesar bergerak secara maksimal, laju penurunan lebih besar daripada laju
sedimentasi, sehingga akan menghasilkan pola pengendapan agradasi ataupun
progradasi di bagian bounding fault-nya, sedimen akan tebal di center of basin,
dan tipis di flexure margin.
3) Late
Synrift, fase ini disebut
sebagai fase
terakhir pengendapan synrift, dimana sedimen yang diendapkan relatif sama
tebal, dan kalau di Indonesia biasanya diendapkan sedimen-sedimen delta marine.
b.
Proses
Riefthing fase di Sumatera Utara dapat diuraikan sebagai berikut:
Cekungan sumatera Utara secara tektonik terdiri dari
berbagai elemen yang berupa tinggian, cekungan maupun peralihannya, dimana
cekungan ini terjadi setelah berlangsungnya gerakan tektonik pada zaman
Mesozoikum atau sebelum mulai berlangsungnya pengendapan sedimen tersier dalam
cekungan sumatera utara.
Pola
geologi dan tatanan stratigrafi regional cekungan Sumatra Utara secara umum
telah banyak diketahui berkat hasil aktivitas eksplorasi minyak dan gas alam
serta pemetaan bersistem Pulau Sumatera
dalam skala 1:250.000. Keith (1981) dalam
google.co.id/cekungan sumatera membuat pembagian stratigraf Tersier Cekungan
Sumatra Utara menjadi tiga kelompok yaitu sebagai berikut ini:
1) Kelompok
I,
sebagai fase tektonik, pengangkatan
dan pengerosian, berumur Eosen hingga Oligosen Awal.
2) Kelompok
II,
merupakan fase genang laut yang
dimulai dengan pembentukan formasi-formasi dari tua ke muda yaitu Formasi
Butar, Rampong, Bruksah, Bampo, Peutu dan Formasi Baong.
3) Kelompok
III,
adalah perioda regresif dengan
pembentukan kelompok Lhoksukon.
Jika
dilihat dari proses sedimentasi di cekungan Sumatera Utara, kecepatan
sedimentasi dan penurunan dasar sedimen ataupun cekungan pada awal pembentukan
cekungan relatif lambat kemudian dilanjutkan dengan kecepatan sedimentasi
lambat tetapi kecepatan penurunan dasar sedimen ataupun cekungan sangat cepat
antara 15.5-12.4 juta tahun lalu.
Penurunan cepat dasar cekungan
tersebut merupakan akibat mulainya rifting di laut Andaman dan pada saat inilah
terbentuk serpih laut dalam Formasi Baong yang kaya material organik dan
menjadi salah satu batuan induk potensial di daerah Aru. Periode antara
12.4-10.2 juta tahun lalu ditandai dengan kecepatan sedimentasi cukup besar
tetapi penurunan dasar sedimen atau cekungan lebih lambat sebagai awal
pengangkatan Bukit Barisan atau dikenal sebagai tektonik Miosen Tengah. Batu pasir Baong Tengah terbentuk pada
periode ini dan merupakan salah satu batuan waduk (reservoir) daerah Aru.
Pada 9.3-8.3 juta tahun lalu
kecepatan sedimentasi sangat besar tetapi diikuti pula penurunan dasar sedimen
atau cekungan yang sangat besar sehingga penurunan sangat dipengaruhi. oleh
pembebanan sedimen disamping akibat penurunan tektonik. Pada waktu tersebut terbentuk
endapan klastik kasar Keutapang Bawah, diendapkan dalam lingkungan delta atau
laut dangkal dan merupakan juga batuan waduk (reservoir) penting di daerah Aru.
Model penurunan tektonik daerah Aru
pada awalnya menunjukkan penurunan lambat dilanjutkan penurunan sangat cepat
antara 12.4-10.2 juta tahun lalu akibat rifting di Laut Andaman. Pada Miosen
Tengah atau antara 12.4-9.3 juta tahun lalu pola penurunan relatif lambat,
stabil atau terjadi pengangkatan akibat tektonik Miosen Tengah. Penurunan kembali
cepat antara 9.3-8.3 juta tahun lalu dan menjadi sangat lambat antara 5.3-4.4
juta tahun lalu sebelum terjadi pangangkatan Pilo Pleistosen.
c.
Rifthing
fase tidak disebutkan di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan.
Pulau Sumatera secara garis besar terdiri dari 3
sistem Tektonik, yakni Sistem Subduksi Sumatera, system sesar
Mentawai (Mentawai Fault System), dan Sistem
Sesar Sumatera (Sumatera Fault System).
Ø
Cekungan Sumatera Selatan (backarc
basin)
Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang
berkaitan erat dengan penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang bergerak ke arah
utara hingga timurlaut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zone
penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan
Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro-plate) yang berada di antara zone
interaksi tersebut turut bergerak dan menghasilkan zone konvergensi dalam
berbagai bentuk dan arah. Penunjaman lempeng Indi-Australia tersebut dapat
mempengaruhi keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera
Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur
depan, magmatik, dan busur belakang.
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier
berarah barat laut - tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan
di sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di
sebelah tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta
Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang
memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera Tengah.
Blake (1989)
menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur
belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara
Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera
India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya dibatasi olehsingkapan Pra-Tersier Bukit
Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sunda
Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tiga puluh dan ke arah tenggara
dibatasi oleh Tinggian Lampung. Menurut De
Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakantelah terjadi 3 episode orogenesa
yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu
orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir–Tersier Awal dan Orogenesa
Plio–Plistosen. Episode pertama, endapan–endapan Paleozoik danMesozoik
termetamorfosa, terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi
oleh batolit granit serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan.
Menurut
Pulunggono,1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar
berarah barat laut-tenggara yang berupa sesar – sesar geser. Episode
kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak– gerak tensional
yang membentuk grabendan horst dengan arah umum utara– selatan. Dikombinasikan
dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan batuan-batuan Pra–Tersier,
gerak gerak tensional ini membentuk struktur tua yang mengontrol pembentukan
Formasi Pra–Talang Akar. Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio–Plistosen
yang menyebabkan pola pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam
pembentukan struktur perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi
geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan
Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang
berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang
terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan
Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar -sesar yang baru terbentuk di daerah
ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat
pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio-Plistosen
menghasilkan lipatan yang berarah barat laut-tenggara tetapi sesar yang
terbentuk berarah timur laut-barat daya dan barat laut- tenggara. Jenis sesar
yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar
normal. Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat
laut-tenggara sebagai hasil orogenesa Plio-Plistosen. Dengan demikian pola
struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara-selatan
dan barat laut-tenggara serta pola muda yang berarah barat laut-tenggara yang
sejajar dengan Pulau Sumatera.
Ø Cekungan Sumatera Utara
Cekungan Sumatera Utara merupakan hasil proses penurunan cepat dasar cekungan dan proses
tersebut merupakan akibat mulainya rifting di
laut Andaman dan pada saat inilah terbentuk serpih laut dalam Formasi Baong
yang kaya material organik dan menjadi salah satu batuan induk potensial di
daerah Aru. Periode antara 12.4-10.2 juta tahun lalu ditandai dengan kecepatan
sedimentasi cukup besar tetapi penurunan dasar sedimen atau cekungan lebih
lambat sebagai awal pengangkatan Bukit Barisan atau dikenal sebagai tektonik
Miosen Tengah. Batupasir Baong Tengah terbentuk pada periode ini dan merupakan
salah satu batuan waduk (reservoir) daerah Aru.
d.
Batuan
yang terdapat dalam rifthing fase antara lain:
Proses tektonik cekungan tersebut
telah membagi Stratigrafi
regional Cekungan Sumatera Utara dengan urutan dari tua ke muda adalah sebagai
berikut :
1)
Basement Pre-Tersier
Terdiri dari dari batuan beku,
batuan metamorf, karbonat dan dijumpai fosil Halobia yang berumur Trias
terletak tidak selaras menyudut dibawah batuan sedimen diatasnya.
2)
Formasi Parapat (Awal Oligosen)
Terdiri dari
batupasir kasar dan konglomeratan dibagian bawah seta diatasnya dijumpai
sisipan serpih. Secara regional dibagian bawah diendapkan dalam lingkungan
fluviatil dan bagian atas dalam lingkungan laut dangkal.
3)
Formasi Bampo (Akhir Oligosen)
Terdiri dari serpih hitam tidak
berlapis, berasosiasi dengan lapisan tipis batugamping dan batulempung
karbonat, dimana formasi ini miskin fosil dan diendapkan dalam lingkungan
reduksi.
4)
Formasi Belumai (Awal Miosen)
Dibagian timur cekungan ini
berkembang formasi belumai yang identik dengan formasi Peutu yang berkembang
pada bagian barat dan tengah. Formasi belumai terdiri dari batupasir
Glaukonitan berselingan dengan serpih dan batugamping. Didaerah Arun, bagian
atas formasi ini berkembang lapisan batugamping kalkarenit dan kalsilutit
dengan selingan serpih. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan laut dangkal
sampai neritik.
5)
Formasi Baong (Miosen Tengah – Akhir Miosen bagian
bawah)
Penyusun utama formasi ini adalah batulempung
abu-abu kehitaman, napalan, lanauan, pasiran dan pada umumnya kaya akan fosil
Orbulina Sp dan Globigerina Sp, Kadang-kadang diselingi lapisan tipis
batupasir. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan laut dalam.
6)
Formasi Keutapang (Akhir Miosen)
Terdiri dari
selang-seling antara batu pasir
berbutir halus – sedang, serpih, lempung dengan sisipan batu gamping dan
batubara. Dibagian Barat daerah Aru batupasirnya bertambah kearah atas,
dibagian timur serpih lebih dominan. Formasi ini merupakan lapisan utama
penghasil hidrokarbon dan merupakan awal terjadinya siklus regresi, diendapkan
dalam lingkungan delta sampai laut dangkal.
7)
Formasi Seurula (Awal Pliosen)
Terdiri dari batupasir, serpih dan
lempung. Dibandingkan dengan formasi Keutapang, formasi seurula berbutir lebih
kasar, banyak ditemukan fragmen-fragmen moluska yang menunjukkan endapan laut
dangkal atau neritik.
8)
Formasi Julu Rayeu (Akhir Pliosen)
Terdiri dari batupasir halus – kasar
dan lempung, kadang-kadang mengandung mika dan fragmen molusca yang menunjukkan
endapan laut dangkal – Neritik.
9)
Volkanik Toba (Kwarter)
Terdiri dari Tufa hasil aktivitas
volkanik toba, menutupi secara tidak selaras diatas formasi seurula.
10)
Endapan Aluvial
Terdiri dari kerakal, kerikil, pasir
dan batu lempung.
Post a Comment for "RIFTHING FASE DI CEKUNGAN SUMATERA UTARA"