Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KEADAAN FISIOGRAFIS, TEKTONIK DAN GEOLOGI PULAU KALIMANTAN DAN SUNDA KECIL


A.      Kalimantan

1)        Fisiografis Pulau Kalimantan
Keadaan fisiografis adalah keadaan suatu tempat berdasarkan segi fisiknya, seperti posisi dengan daerah lain, batuan yang ada dalam bumi, relief permukaan bumi, serta kaitannya dengan laut.

Van Bemmelen (1949) menyatakan bahwa Pulau Kalimantan dibagi menjadi beberapa zone fisiografis, yaitu sebagai berikut:
·      Blok Schwaner yang dianggap sebagai bagian dari dataran Sunda,
·      Blok Paternoster, meliputi pelataran Paternoster sekarang yang terletak dilepas Pantai Kalimantan Tenggara dan sebagian di dataran Kalimantan yang dikenal sebagai sub cekungan Pasir,
·      Meratus Graben, terletak diantara blok Schwaner dan Paternoster, daerah ini sebagi bagian dari cekungan Kutai,
·      Tinggian Kuching, merupakan sumber untuk pengendapan ke arah Barat laut dan Tenggara cekungan Kalimantan selama Neogen. Cekungan-cekungan tersebut antara lain:
a)      Cekungan Tarakan, yang terletak paling Utara dari Kalimantan Timur. Disebelah Utara cekungan ini dibatasi oleh “Semporna High”,
b)      Cekungan Kutai, yang terletak sebelah Selatan dari Tinggian Kuching yang merupakan tempat penampungan pengendapan dari Tinggian Kuching selama Tersier. Cekungan ini dipisahkan oleh suatu unsur Tektoniok yang dikenal sebagai Paternoster Cross Hight dari cekungan Barito.

Secara fisiografis, daerah kerja praktek PT. Pertamina EP UBEP Tanjung, termasuk ke dalam Cekungan Barito bagian timur, yang dibatasi oleh Pegunungan Schwaner pada bagian bagian barat, Pegunungan Meratus pada bagian timur dan Cekungan Kutai pada bagian utara (Gambar 1). Cekungan Barito meliputi daerah seluas 70000 kilometer persegi di Kalimantan Selatan bagian tenggara dan terletak di sepanjang batas tenggara Lempeng Mikro Sunda. Cekungan Barito merupakan cekungan bertipe foreland yang berumurTersier, berhadapan langsung dengan Pegunungan Meratus (Satyana dan Silitonga, 1994).

Di bagian utara, Cekungan Barito dipisahkan dengan Cekungan Kutai oleh Sesar Adang. Sedangkan di bagian timur dipisahkan dengan Cekungan Asem-asem oleh Tinggian Meratus yang memanjang dari arah Baratdaya samapi Timurlaut. Di bagian selatan merupakan batas tidak tegas dengan Cekungan Jawa Timur Utara dan di bagian barat berbatasan dengan Komplek Schwaner yang merupakan basement.

Suatu penampang melintang melalui Cekungan Barito memperlihatkan bentuk cekungannya yang asimetrik. Hal ini disebabkan oleh adanya gerak naik ke arah barat dari Pegunungan Meratus. Sedimen-sedimen Neogen ditemukan paling tebal sepanjang bagian timur Cekungan Barito, yang kemudian menipis ke arah barat.










 


Gambar 1. Keadaan Fisiografis Kalimantan






Formasi Tanjung merupakan batuan sedimen Tersier tertua yang terdapat di Cekungan Barito bagian timur. Cekungan Barito di daerah ini dialasi oleh batuan sedimen Kelompok Pitap, batuan vulkanik Kelompok Haruyan, Formasi Batununggal dan Paniungan, Granit Belawaian, dan batuan ultrabasa (Heryanto dan Hartono, 2003). Cekungan ini, sebagai salah satu cekungan tempat berakumulasinya sumber daya energy, memiliki endapan batubara dengan sebaran yang sangat luas.


1)        Tektonik Pulau Kalimantan

Pulau Kalimantan merupakan pulau terbesar yang menjadi bagian dari Lempeng mikro Sunda. Menurut Tapponnir (1982) Lempeng Asia Tenggara ditafsirkan sebagai fragmen dari lempeng Eurasia yang melejit ke Tenggara sebagai akibat dari tumbukan kerak Benua India dengan kerak Benua Asia, yang terjadi kira-kira 40–50 juta tahun yang lalu. Fragmen dari lempeng Eurasia ini kemudian dikenal sebagai lempeng mikro Sunda yang meliputi Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Batas-batas tektonik yang paling penting disebalah timur adalah :
·      Komplek subduksi Kapur Tersier Awal yang berarah Timurlaut, dimulai dari Pulau Jawa dan membentuk pegunungan Meratus sekarang,
·      Sesar mendatar utama di Kalimantan Timur dan Utara (Gambar 2),
·      Jalur subduksi di Kalimantan Utara, Serawak, dan Laut Natuna, Jalur ini dikenal dengan jalur Lupar.



Gambar 2. Tektonik pembentukan Pulau Kalimantan, bagian dari lempeng mikro Sunda (Satyana, 1994).






Bagian utara Kalimantan didominasi oleh komplek akresi Crocker-Rajang-Embaluh berumur Kapur dan Eosen-Miosen. Di bagian selatan komplek ini terbentuk Cekungan Melawi-Ketungai dan Cekungan Kutai selama Eosen Akhir, dan dipisahkan oleh zona ofiolit-melange Lupar-Lubok Antu dan Boyan.Di bagian selatan pulau Kalimantan terdapat Schwanner Mountain berumur Kapur Awal-Akhir berupa batolit granit dan granodiorit yang menerobos batuan metamorf regional derajat rendah.
Tinggian Meratus di bagian tenggara Kalimantan yang membatasi Cekungan Barito dengan Cekungan Asem-asem. Tinggian Meratus merupakan sekuens ofiolit dan busur volkanik Kapur Awal. Cekungan Barito dan Cekungan Kutai dibatasi oleh Adang flexure. Orogenesa yang terjadi pada Plio-Plistosen mengakibatkan bongkah Meratus bergerak ke arah barat. Akibat dari pergerakan ini sedimen-sedimen dalam Cekungan Barito tertekan sehingga terbentuk struktur perlipatan.

Cekungan Barito memperlihatkan bentuk cekungan asimetrik yang disebabkan oleh adanya gerak naik dan gerak arah barat dari Pegunungan Meratus. Sedimen- sedimen Neogen diketemukan paling tebal sepanjang bagian timur Cekungan Barito, yang kemudian menipis ke barat. Secara keseluruhan sistem sedimentasi yang berlangsung pada cekungan ini melalui daur genang laut dan susut laut yang tunggal, dengan hanya ada beberapa subsiklus yang sifatnya lokal dan kecil. Formasi Tanjung yang berumur Eosen menutupi batuan dasar yang relatif landai, sedimen-sedimennya memperlihatkan ciri endapan genang laut yang diendapkan pada lingkungan deltaik air tawar sampai payau.

Formasi ini terdiri dari batuan-batuan sedimen klastik berbutir kasar yang berselang-seling dengan serpih dan kadangkala batubara. Pengaruh genang laut marine bertambah selama Oligosen sampai Miosen Awal yang mengakibatkan terbentuknya endapan-endapan batugamping dan napal (Formasi Berai). Pada Miosen Tengah-Miosen Akhir terjadi susut laut yang mengendapkan Formasi Warukin. Pada Miosen Akhir ini terjadi pengangkatan yang membentuk Tinggian Meratus, sehingga terpisahnya cekungan Barito, Sub Cekungan Pasir dan Sub Cekungan Asam-Asam 


1)        Geologi Pulau Kalimantan

Kompleks batuan dasar di Kalimantan di bagian barat dan bagian tengah Kalimantan (termasuk pegunungan Schwaner) mewakili singkapan dasar benua terbesar di Indonesia. Batuan dasar adalah batuan di dasar lapisan stratigrafi yang umumnya lebih tua dari batuan di atasnya. Batuan ini biasanya mengalami metamorfosis bila terkena panas. Hasil metamorfosis batuan ini yang khas adalah batu pualam yang berasal dari batu kapur; batu sekis hijau yang berasal dari batuan vulkanik, batu gneis yang berasal dari batu pasir atau granit. Daerah batuan metamorfosis atau batuan dasar adalah jenis kerak benua yang sering dipengaruhi oleh batuan intrusi muda. Kompleks batuan dasar Kalimantan terdiri dari atas sekis dan gneis yang tercampur dengan granit dari Era Palaezoikum dan Periode Terseir membentuk daerah kristal yang sangat luas.

Batuan yang berasosiasi dengan pinggir lempeng Kalimantan mencakup opiolit (kerak samudera) dan melange. Potongan lantai samudera (kerak samudera) terdapat beberapa tempat didaratan Borneo. Potongan-potongan ini dicirikan oleh susunan batuan beku yang padat gelap tipe basa dan ultra basa dengan komponen granit. Endapan batu kersik samudera dan karbonat mungkin juga terdapat deretan batuan ini disebut opiolit. Sebagian pengganti jalur penunjaman, opiolit-opiolit ini terbentuk oleh tubrukan lempeng ketika kerak samudera terperangkap oleh gerakan tektonik lempeng dan tertekan ke pinggir lempeng yang berdekatan dan disini opiolit-opiolit ini tetap terlindungi. Proses pencuatan ini sering disertai oleh rubuh dan retaknya batuan. Kompleks opiolit di P. Laut dan Peg. Meratus terbentuk dengan cara ini.

Batuan melange adalah batuan campuran potongan-potongan batu dari berbagai jenis dan ukuran yang berbeda dalam matrik berliat yang terpotong, yang menunjukkan adanya tekanan yang sangat kuat. Potongan-potongan ini ukurannya dapat sangat kecil (cm) dan dapat juga berukuran besar (ratusan meter atau lebih. Malange sering dikaitkan dengan proses pembentukan jalur penunjaman. Melange merupakan perpaduan antara bahan-bahan yang terkikis dari lempeng samudera yang bergerak turun dengan endapan yang berasal dari massa daratan atau lengkung vulkanik di dekatnya. Seluruh massa ini tergesek dan terpotong karena desakan ke bawah dari lempeng yang bergerak turun. Batuan yang terbentuk dengan cara ini berasosiasi dengan desakan keatas lempeng opiolit yang besar di Pegunungan Meratus.

Daerah melange yang luas di bagian tengah borneo, yaitu yang terbentang di perbatasan antara Kalimantan dan Malaysia, masih belum diketahui dengan baik. Daerah melange ini merupakan zona batuan hancur, sering mengandung potongan-potongan opiolit, tetapi luas dan umur geologinya (akhir mesozoikum sampai periode tersier yang lebih tua) sulit untuk dijelaskan dalam peristilahan lempeng tektonik sederhana (williams dkk, 1989). Sebagian besar Kalimantan terdiri dari batuan yang keras dan agak keras, termasuk batuan kuarter di semenanjung Sangkulirang dan jajaran pegunungan meratus., batuan vulkanik dan endapan tersier. Borneo tidak memiliki gunung api yang aktif seperti yang terdapat di Sumatera dan Jawa, tetapu memiliki daerah batuan vulkanik tua yang kokoh di bagian barat daya dan bagian timur Kalimantan.

Hal-hal tersebut merupakan peninggalan sejarah geologis Indonesia yang mencakup berbagai masa kegiatan vulkanik dari 300 juta tahun yang lalu sampai sekarang. Batuan vulkanik terbentuk sebagai hasil magma dari perut bumi yang mencapai permukaan. Ketika magma menjadi dingin dan membeku, dibawah permukaan bumi terbentuk sebagai hasil magma dari perut bumi yang mencapai permukaan. Ketika magma menjadi dingin dan membeku, dibawah permukaan bumi terbentuk batuan intrusi seperti granodiorit. Ditempat batuan vulkanik tua Kalimantan yang telah terkikis, intrusi yang mengandung cadangan emas, semula di bawah gunung api merupakan bagian penting dari proses utama pembentukan mineral seperti emas.

Suatu kawasan yang luas di bagian tengah, timur dan selatan Kalimantan tersusun dari batuan endapan seperti batu pasir dan batu sabak. Selain formasi yang lebih tua di kalimantan Barat, kebanyakan formasi sedimen relatif muda dan mencakup batu bara dan batuan yang mengandung minyak bumi. Bagian selatan Borneo terutama tersusun dari pasir keras yang renggang dan teras kerikil yang sering dilapisi oleh timbunan gambut muda yang dangkal dan kipas aluvial yang tertimbun karena luapan sungai Setidaknya di kalimantan terdapat 205 formasi formasi batuan di Kalimantan, terdapat banyak patahan di Kalimantan Timur dan Barat, sedikit di Kalimantan Selatan dan sangat sedikit di Kalimantan Barat. Sebaran patahan yang paling sedikit berada di bagian selatan sampai barat dari pulau kalimantan.

A.      Pulau Sunda Kecil

Keadaan fisiografis adalah keadaan suatu tempat berdasarkan segi fisiknya, seperti posisi dengan daerah lain, batuan yang ada dalam bumi, relief permukaan bumi, serta kaitannya dengan laut.

1)   Fisiografis Pulau Sunda Kecil

Pulau sunda kecil terdiri atas Pulau Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara (Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur).

a)        Fisiografis Pulau Bali
Berdasarkan relief dan topografi ditengah-tengah pulau bali terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan diantara pegunungan itu terdapat gugusan gunung api. Propinsi bali memiliki 3 bentukan fisiografi yaitu:
·           Dataran alluvial,
·           Dataran vulkanik dan
·           Daerah kapur.

Daerah bali secara Geografis terbagi menjadi 2 bagian yang tidak sama yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai dan bali selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai.


b)       Fisiografis Kepulauan Nusa Tenggara
Kepulauan Nusa Tenggara terletak di Indonesia bagian tengah yang tersebar sepanjang 2.850 km dari barat ke timur (1150 49’ BT sampai 134054’ BT) dan 1.450 km dari utara ke selatan (2036’ LU sampai 110 LS). Nusa tenggara berada diantara bagian timur pulau Jawa dan kepulauan Banda tediri dari pulau-pulalu kecil dan lembah sungai. Secara fisik, dibagian utara berbatasan dengan pulau Jawa, bagian timur dibatasi oleh kepulauan Banda, bagian utara dibatasi oleh laut Flores dan bagian selatan dibatasi oleh Samudra Hindia Terdapat lima pulau besar yaitu Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, dan Sumba. Selain itu terdapat pulau-pulau kecil lainnya.

Kondisi fisik Nusa Tenggara sangat berbeda dengan kawasan lainnya di Indonesia. Kepulauan ini terdiri dari pulau-pulau vulkanis dan rangkaian terumbu karang yang tersebar di sepanjang lautan yang terdalam di dunia, dan tidak memiliki pulau besar, seperti Jawa dan Sumatera.

Asal-usul kepulauan ini dan proses-proses yang dialami dalam pembentukan pulau-pulau yang sampai sekarang masih terjadi sangat mempengaruhi posisi, ukuran, dan bentuk pulau. Sebagian besar pulau-pulau di kawasan ini, secara geologis, masih sangat muda, umurnya berkisar antara 1-15 tahun dan tidak pernah merupakan bagian dari massa daratan lain yang lebih besar. Kerumitan kondisi geologi Nusa Tenggara disebabkan oleh posisinya di persimpangan tiga lempeng geologis yaitu lempeng Asia, lempeng Australia, lempeng Pasifik dan dua benua yaitu Asia dan Australia.


2)        Tektonik Pulau Sunda Kecil

Busur Sunda memperlihatkan efek dan mekanisme tektonik lempeng yang jelas. Bentuknya yang cembung ke arah samudra India dan perbedaan tatanan geologi, dan geofisika diintrepretasikan berhubungan dengan gaya tektonik yang bekerja padanya.  (Hatherton dan Dickinson, 1969; Fitch, 1970;  Hamilton, 1973; dan Katili, 1973). Bentuk busur Banda yang melengkung, serta Sulawesi dan Halmahera yang ganjil terjadi karena gerak benua Australia dan Papua ke arah utara, yang dikombinasikan oleh gaya dorong Lempeng Pasifik ke arah barat (Katili, 1973).

Hal serupa juga dikemukakan oleh Visser dan Hermes (1962), Audley-Charles dan Carter (1972), dan Gribi (1973). Timor, Seram, Buru dan Buton merupakan sistem busur yang sama berkenaan dengan kesamaan tatanan geologinya yang berasal dari hasil penunjaman Lempeng Samudra India-Australia.

Kondisi Geologi Nusa tenggara berada diantara bagian timur pulau Jawa dan kepulauan Banda tediri dari pulau-pulalu kecil. Batas Barat : Pulau Jawa Batas Timur : Kepulauan banda Batas Utara : Laut Flores Batas Selatan : Samudra Hindia Berada pada Busur Banda Rangkaian pulau ini dibentuk oleh pegunungan vulkanik muda. Deretan pegunungan di nusa tenggara dibangun tepat di zona subduksi indo-australia pada kerak samudra dan dapat di interpretasikan kedalaman magmanya kira-kira mencapai 165-200 km sesuai dengan peta tektonik Hamilton (1979).


1)        Geologi Pulau Sunda Kecil

Pulau Kepulauan Sunda Kecil merupakan bagian dari Sistem Pegununggan Sunda. Evolusi orogenesa di kawasan berhubungan dengan Busur Banda. Sund kecil yang terdiri dari pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, dan Timor-timor. Lombok dan Sumbawa merupakan dua pulau oseanik. yang dimaksud dengan Pulau oseanik di sini merupakan pulau yang muncul dari kerak samudra yang terisolasi dari kerak benua sebagai hasil subduksi oseanik ke oseanik. penyusun busur volkanik dalam di sistem Busur Sunda paling timur yang berasal. dari subduksi antara kerak oseanik Hindia dengan kerak oseanik yang membatasi Sundaland di sebelah tenggara, kedua pulau ini adalah a proper island arc.
 





a)        Geologi Pulau Bali

Struktur geologi regional Bali dimulai dengan adanya kegiatan di lautan selama kala Miosen Bawah yang menghasilkan batuan lava bantal dan breksi yang disisipi oleh batu gamping.
Di bagian selatan terjadi pengendapan oleh batu gamping yang kemudian membentuk Formasi Selatan. Di jalur yang berbatasan dengan tepi utaranya terjadi pengendapan sedimen yang lebih halus. Pada akhir kala Pliosen, seluruh daerah pengendapan itu muncul di atas permukaan laut. Bersamaan dengan pengangkatan, terjadi pergeseran yang menyebabkan berbagai bagian tersesarkan satu terhadap yang lainnya. Umumnya sesar ini terbenam oleh bahan batuan organik atau endapan yang lebih muda.

Selama kala Pliosen, di lautan sebelah utara terjadi endapan berupa bahan yang berasal dari endapan yang kemudian menghasilkan Formasi Asah. Di barat laut sebagian dari batuan muncul ke atas permukaan laut. Sementara ini semakin ke barat pengendapan batuan karbonat lebih dominan. Seluruh jalur itu pada akhir Pliosen terangkat dan tersesarkan.

Kegiatan gunungapi lebih banyak terjadi di daratan, yang menghasilkan gunungapi dari barat ke timur. Seiring dengan terjadinya dua kaldera, yaitu mula-mula kaldera Buyan-Bratan dan kemudian kaldera Batur, Pulau Bali masih mengalami gerakan yang menyebabkan pengangkatan di bagian utara. Akibatnya, Formasi Palasari terangkat ke permukaan laut dan Pulau Bali pada umumnya mempunyai penampang Utara-Selatan yang tidak simetris. Bagian selatan lebih landai dari bagian Utara.

Stratigrafi regional berdasarkan Peta Geologi Bali. Geologi  Bali tergolong masih muda. Batuan tertua kemungkinan berumur Miosen Tengah.

Kala Geologi
Formasi
Kwarter
Endapan aluvium terutama di sepanjang pantai, tepi Danau 
Buyan, Bratan, dan Batur
Batuan gunung api dari krucut subresen Gunung Pohen, Gunung Sangiang, Gunung Lesung
Lava dari Gunung Pawon
Batuan dari gunung api Gunung Batukaru
Batuan gunung api Gunung Agung
Batuan gunung api Gunung Batur
Tufa dari endapan lahar Buyan-Bratan dan Batur
Kwarter Bawah
Formasi Palasari: konglomerat, batu pasir, batu gamping terumbu
Batuan gunung api Gunung Sraya
Batuan gunung api Buyan-Bratan Purba dan Batur Purba
Batuan gunung api Jembrana: lava, breksi, dan tufa dari Gunung Klatakan, Gunung Merbuk, Gunung Patas, dan batuan yang tergabung
Pliosen
Formasi Asah: lava, breksi, tufa batuapung, dengan isian rekahan bersifat gampingan
Formasi Prapat Agung: batu gamping, batu pasir gampingan, napal
Batuan gunung api Pulaki: lava dan breksi
Miosen-Pliosen
Formasi Selatan: terutama batugamping
Miosen Tengah-Atas
Formasi Sorga: tufa, napal, batu pasir
Miosen Bawah-Atas
Formasi Ulukan: breksi gunung api, lava, tufa dengan sisipan batuan gampingan
  





















































b)   Geologi Kepulauan Nusa Tenggara

Kondisi Geologi Nusa tenggara berada diantara bagian timur pulau Jawa dan kepulauan Banda tediri dari pulau-pulalu kecil dan lembah sungai. Secara fisik, dibagian utara berbatasan dengan pulau Jawa, bagian timur dibatasi oleh kepulauan Banda, bagian utara dibatasi oleh laut Flores dan bagian selatan dibatasi oleh Samudra Hindia. Secara geologi nusa tenggara berada pada busur Banda. Rangkaian pulau ini dibentuk oleh pegunungan vulkanik muda. Pada teori lempeng tektonik, deretan pegunungan di nusa tenggara dibangun tepat di zona subduksi indo-australia pada kerak samudra dan dapat di interpretasikan kedalaman magmanya kira-kira mencapai 165-200 km sesuai dengan peta tektonik Hamilton (1979).

Lempeng tektonik kepulauan Indonesia terletak di penggabungan tiga lempeng utama diantaranya lempeng indo-australia, Eurasia dan pasifik. Interaksi dari ke tiga lempeng tersebut menimbulkan kompleks tektonik khususnya di perbatasan lempeng yang terletak di timur Indonesia Sebagian besar busur dari kepulauan Nusa Tenggara dibentuk oleh zona subduksi dari lempeng Indo-australia yang berada tepat dibawah busur Sunda-Banda selama diatas kurun waktu tertier yang mana subduksi ini dibentuk didalam busur volcanik kepulauan Nusa Tenggara. Bagaimanapun juga ada perbedaan-perbedaan hubungan dari análisis kimia diantara batuan volkanik pada kepulauan Nusa Tenggara. Busur volkanik pada bagian timur wilayah sunda secara langsung dibatasi oleh kerak samudra yang keduanya memiliki karakteristik kimia yang membedakanya dari lava pada bagian barat busur Nusa Tenggara. Menurut Hamilton dibagian barat barisan pegunungan Nusa Tenggara dibentuk pada massa Senozoic.

Batuaan Volkanik didalam busur Banda dari kepulauan Nusa Tenggara yang diketahui lebih tua dari batuan pada awal miocene, ditemukan pada kedalaman 150 km dibawah zona gempa. Wilayah seismic di Jawa terbentang pada kedalaman maksimal 600 km ini merupakan indikasi dari subduksi dari sub-ocean lithosfer milik lempeng Australia.yang terletak dibawah busur Banda. Pada awal pleistosen di seberang Timor menunjukkan adanya tabrakan dari Timor dengan Alor dan Wetar, setelah semua lautan dimusnahkan oleh zona subduksi.
Ukuran dari deretan kepulauan volkanik perlahan-lahan akan semakin kecil dari timur pulau Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa , Flores, Wetar sampai ke Banda. Penurunan ini sangat terlihat nyata pada bagian timur Wetar, kemungkinan ini karena pantulan jumlah subduksi dari kerak samudra, Yang secara tidak langsung gerakannya berupa dip-slip di bagian barat Wetar dan gerakan strike-slip dibagian timurnya. Kemungkinan busur vulkanik dibagian timur wetar lebih muda dan kemungkinan busur volkanik yang asli di bagian timur Wetar telah disingkirkan oleh pinggiran batas benua Australia.


1.        Jelaskan tentang proses pembentukan rangkaian pegunungan di Pulau Kalimantan dan Pulau Sunda Kecil dan jenis batuan apa yang mendominasi di pegunungan tersebut?
Jawab:

·          Proses Pembentukan Pegunungan di Kalimantan

Evolusi geologi jalur utara Kalimantan barat dimulai dengan adanya penurunan geosinklin setelah pembentukan batuan dasar sekis kristalin Pra Karbon. Kegiatan ini diikuti intrusi batuan basa (gabro) dan ekstrusi (batuan basalan dan basalan andesit dari Seri Molengraaff’s Pulau Melayu). Fase awal dari perlipatan Permotrias, diikuti oleh penempatan batolit, terutama tonalitik. Setelah denudasi kuat sehingga batolit-batolit tersingkap, terjadi proses transgresi Trias Atas. Sedimentasi berlanjut di bagian barat jalur ini sampai Lias, dan diikuti oleh volkanisme asam sampai menegah. Fasa kedua adalah perlipatan kuat pada zaman Yura. Transgresi Yura atas dan Kapur di daerah Seberuang berumur Kapur (Zeylmans Van Emmichoven, 1939) menunjukkan adanya interkalasi lava asam dan tufa asam. Pelipatan lemah terjadi akibat tekanan intrusi diorit pada zaman Kapur Atas. Intrusi berlanjut sebagai intrusi hipabisal dan ekstrusi batuan vulkanik Oligomiosen (terutama andesit hipersten horblenda, dengan berbagai verietas asam lainnya). Di bagian Tersier bawah Cekungan Ketunggan juga merupakan diorit holokristalin seperti dikemukakan Zeylmans Van Emmichoven (1939). Pada zaman Kwarter, batuan basal muncul di seputar andetis horblena Niut, sehingga dapat dikomparasikan dengan erupsi efusif basal Sukadana di Sumatra.Batuan plutonik “Schwaner Zona” merupakan bagian terdalam yang tersingkap di Kalimantan Barat. Di sini, dari timur ke barat membentuk pusat sumbu sistem pegunungan Palezoikum muda sampai Mezosoikum tua  Kalimantan Barat.

Evolusi daerah ini dimulai dari pembentukan kompleks batuan dasar sekis kristalin dan geneis. Transgresi terjadi pada Permokarbon yang menghasilkan fasies pelitik dan psamitik dan sebagian endapan batugamping. Pada Permo Trias terjadi intrusi plutonik yang dimulai dengan gabro dan diakhiri batuan lebih asam yang kebanyakan tonalit, batuan beku dalam, dengan lampopir, aplit dan pegmatit. Setelah batuan plutonik tersingkap, pengendapan pelitik dan psamitik terjadi pada zaman Trias Atas. Tidak ada fasies vulkanik Trias Atas yang ditemukan di Zona Schwaner. Selanjutnya terjadi perlipatan yang diikuti oleh alterasi hidrotermal epimagmatik. Pengangkatan berlangsung sampai sekarang dengan disisipi intrusi selama Tersier .Bagian selatan Zona Schwaner ini terdapat tiga kelompok batuan utama, yaitu batuan plutonik, batuan vulkanik Komplek Matan dan batuan sedimen klastik Komplek Ketapang. Bagian dari batuan komplek Matan dan Ketapang teralterasi oleh intrusi batolit granit. Batuan metamorf dari komplek Matan dapat dikorelasikan dengan batuan gunugapi seri Pahang di Malaysia dan Kompleks Ketapang berumur Trias Atas. Batuan non metamorf di komleks tersebut diasumsikan sebanding dengan endapan Tersier Bawah dan batuan vulkanik di jalur sebelah utaranya.Di Kalimantan Tenggara terbentang Pegunungan Meratus berumur Pra Tersier berarah utara–selatan. Di Meratus perkembangan batuan beku relatif lebih muda dibanding dengan Kalimantan Barat. Kompleks batuan dasar sekis kristalin di sini berumur Mesosoikum akhir. Orogenesa di Zona Meratus baru terjadi ketika proses pembentukan pegunungan di Kalimantan Barat akan selesai. Zaman Yura geosinklin terbentuk, berikut pengendapan ofiolit dan radiolaria dari Formasi Alino. Kemungkinan Formasi Alino berumur Yura di Kalimantan Tenggara sama dengan batuan Permokarbon.

Formasi Danau di jalur utara Kalimantan Barat. Formasi Alino dan Paniungan dari zona Meratus diintrusi oleh batuan plutonik. Intrusi yang pertama ini merupakan variasi batuan plutonik asam yang sangat beragam (dunit, peridodit) yang diakhiri dengan batuan granit plagioklas dan porfirtik. Setelah pengangkatan pertama batuan non-vulkanik ini Zona Meratus mengalami penurunan kembali. Pada zaman Kapur tengah sampai atas terjadi pengendapan dari hasil erosi kuat batuan berumur Yura yang terlipat serta masa batuan plutonik peridotit dan granit. Kapur terdiri dari fasies vulkanik dan non-vulkanik. Pada akhir Kapur Zona Meratus mengalami pengangkatan kedua, dan aktivitas vulkanik berlangsung sampai Tersier Bawah. Pengangkatan kedua ini menutup aktivitas siklus orogenesa Zona Meratus. Zona Meratus merupakan contoh baik untuk siklus pembentukan pegunungan. Pada zaman Yura dimulai dengan penurunan geosinklin yang diikuti dangan vulkanik bawah laut dengan proses ofiolitnya, sebagai awal mulainya pembentukan batuan plutonik basa dan ultrabasa. Penurunan geosinklin ini disertai dengan dua kali pengangkatan. Geantiklin pertama terjadi pada zaman Kapur Bawah. Ini didominasi batuan non-vulkanik, berupa batolit granit yang diintrusikan ke pusat geantiklin. Pengangkatan kedua merupakan aktivitas vulkanik dengan inti magmatik dari geantiklin sampai ke permukaan. 

·          Proses Pembentukan Pegunungan di Sunda Kecil

Gejala vulkanisme luar masih berlanjut sampai Resen, halmana diperlihatkan oleh gunung api-gunung api Kuarter yang masih giat, yang menempati daerah-daerah pegunungan berantai tersebut. Di daerah zona sirkum Pasifik, gunung api-gunung api tersebut dicirikan dengan sifatnya yang sangat esplosif dimana banyak dihasilkan rempah vulkanik dengan kandungan unsur-unsur kalsium alkali yang cukup tinggi, yang bisa digolongkan dalam Suite Pasifik.
·           Suatu kelompok gunung api muda Kuarter yang telah padam pada Resen ini yang letaknya terpisah, menempati perbatasan kelompok gunung api aktif pada busur dalam vulkanik. Aktivitas magma pada masa lampau, yang menerobos daerah cekungan sedimen yang menempati daerah bagian utara pulau Jawa, yang terletak antara geantiklin–Jawa Selatan dan Tanah Sunda, menghasilkan batuan beku yang digolongkan dalam Suite Mediteran dan dicirikan dengan kandungan mineral-mineralnya yang kaya akan kalium.
·           Tanah Sunda yang terletak di sebelah utara pulau Jawa, sebagian besar telah digenangi laut kecuali beberapa pulau yang masih tersisa dan muncul di atas permukaan air laut seperti misalnya pulau Karimunjawa. Daerah tersebut merupakan daerah “hinterland” yang masih dipengaruhi oleh aktivitas magma, yang umumnya digolongkan dalam basal datar tinggi.
Evolusi tektonik yang mempengaruhi pembentukan pegunungan, yang disertai dengan gejala vulkanisme, dapat dilihat dalam evolusi pembentukan pegunungan lipatan Bukit Barisan di Pulau Sumatera.
Melalui penampang yang ditarik melalui pulau tersebut, yaitu mulai Samudera Indonesia dan Kepulauan Mentawai di sebelah barat kea rah timur laut melalui daerah Jambi–kepulauan Lingga yang terletak di sebelah barat selat Karimata, Van Bemmelen (1954) memberikan gambaran hubungan evolusi gejala-gejala di pulau Jawa, seperti yang terlihat pada penampang yang ditarik dari pulau Christmas melalui daerah bagian timur Jawa Barat (daerah Bandung) ke arah timurlaut sampai kepulauan Karimunjawa yang terletak di Laut Jawa.
Kepulauan Mentawai dalam penampang Sumatera, merupakan daerah busur luar bukan vulkanik, yang dicirikan oleh anomali isostatik negatif, serta  sebagian besar terbentuk dari batuan serpentin dan terobosan batuan ultra basa, yaitu menempati daerah yang terletak antara cekungan muka dan cekungan antara yang dipengaruhi oleh gejala pensesaran naik selama pengangkatan pada kala pra-Miosen. Daerah yang memiliki isostatik negatif yang menempati busur dalam bukan vulkanik di pulau Jawa, menurut Van Bemmelen (1954) merupakan punggungan dalam yang terletak di bawah samudera Indonesia, dimana daerah tersebut sedang mengalami proses pengangkatan, halmana dicirikan dengan pusat-pusat gempa bumi dalam yang tersebar di daerah tersebut.















Post a Comment for "KEADAAN FISIOGRAFIS, TEKTONIK DAN GEOLOGI PULAU KALIMANTAN DAN SUNDA KECIL"