2. Dinamika Palung Jawa: Distribusi spasial dan temporal seismisitas
Palung merupakan tempat menunjamnya lempeng samudera. Selama
penunjaman berlangsung, lempeng samudera bergesekan dengan lempeng yang
menumpang diatasnya. Gesekan antar lempeng ini menimbulkan aktifitas seismik
atau gempa tektonik yang bersumber di permukaan lempeng yang menunjam.
Kedalaman sumber gempa tergantung jarak horisontalnya terhadap sumbu palung,
makin menjauhi palung ke arah daratan sumber gempa akan semakin dalam (deep
earthquke) dan sebaliknya mendekat ke palung gempanya merupakan gempa
dangkal (shallow earthquake) (Gambar-2 B). Oleh karena itu distribusi
aktifitas seismik secara spasial dan temporal di suatu wilayah mencerminkan
dinamika palungnya.
Berdasarkan peta distribusi seismisitas (Gambar-3A) dapat diidentifikasi
lokasi-lokasi yang paling sering mengalami gempa (ditunjukkan oleh kerapatan
titik gempa yang tinggi). Lokasi-lokasi ini terdapat di ujung utara Sumatra, di
utara pulau Simeuleu, tenggara Nias, ujung selatan pulau Siberut, selatan Jawa
Barat, di selatan Jawa antara 107°-110° BT, dan di baratdaya Sumba. Yang
menarik, di Sumatra ternyata seismisitas dangkal yang bersumber dari palung
tidak banyak melampar ke daratan (inland), sebaliknya di Jawa secara
keseluruhan daratan pulau Jawa lebih sering mengalami gempa dangkal.
Dua faktor penyebabnya kemungkinan adalah: Pertama, sumber
gempa dangkal di Sumatra lebih berasosiasi dengan aktifitas sesar-mendatar
Sumatra; sedangkan di Jawa tidak terdapatnya suatu sistem sesar utama
mengakibatkan gempa dangkal yang terjadi berasosiasi dengan aktifitas
penunjaman lempeng di palung sehingga lebih mungkin ditransmisikan ke seluruh
pulaunya.
Kedua, jarak palung ke daratan di Sumatra lebih jauh
dibandingkan dengan yang di Jawa. Sementara itu jalur gunung-api aktif (yang
biasanya berkaitan dengan kedalaman zona subduksi sekitar 100 km) di pulau Jawa
terletak di bagian tengahnya, sedangkan di Sumatra jalur gunung-api aktifnya
terletak di sisi barat dekat dengan pantai Samudera India. Hal ini menyebabkan
aktifitas seismik di bagian kontinen yang dangkal lebih besar di Jawa daripada
di Sumatra.
Kenampakan lain yang menarik perhatian dari Gambar-3A adalah
terdapatnya “zona tenang” (silent zone) atau seismic gap di
selatan Jawa di sekitar garis bujur 110° BT. Daerah zona tenang secara seismik
ini memiliki lebar sekitar 75 km berarah utara-selatan terhadap palung Jawa.
Aktifitas seismik kecil mungkin terjadi juga di silent zone ini, namun absennya
gempa dengan magnitude >4 (bahkan di daerah sumbu palungnya) merupakan suatu
fenomena yang harus dicermati.
Gambar-3B
merupakan plot peristiwa gempa dengan magnitude >6 berdasarkan NOAA Data
File. Peta ini memperlihatkan sejumlah peristiwa gempa di palung Sumatra yang
secara umum jauh lebih besar kekuatannya dibandingkan dengan yang terjadi di
Jawa. Ini menunjukkan gaya gesekan antar-lempeng lebih besar di Sumatra.
Meskipun demikian, dua gempa besar dengan magnitude >8 terjadi juga di
selatan Jawa yang menunjukkan secara lokal adanya zona tegasan kompresif yang
tinggi di wilayah ini.
Untuk mengetahui apakah yang mendominasi dinamika penunjaman
lempeng di tiga wilayah, Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara, adalah faktor
tektonik yang bersifat lokal atau regional, Ghose dan Oike (1988) mengevaluasi
variasi temporal (menurut waktu kejadian) seismisitas di ketiga wilayah
tersebut. Gambar-3C menunjukkan distribusi temporal gempa-gempa berkekuatan 6
atau lebih selama kurun waktu seabad (dari tahun 1900 sampai Mei 1981).
Pada gambar ini nampak bahwa hubungan antara banyaknya (N)
peristiwa gempa dengan magnitude >6 terhadap waktu secara keseluruhan
menunjukkan pola yang hampir mirip di ketiga wilayah tektonik Sumatra, Jawa,
dan Nusa Tenggara. Antara tahun 1935-1940, jumlah gempa cenderung meningkat.
Kemudian dari tahun 1940 sampai sekitar 1960, dalam kurun 20 tahun, terjadi
sedikit gempa besar di seluruh ketiga segment Busur Sunda. Selanjutnya sampai
Mei 1981, aktifitas seismik meningkat lagi. Kemiripan pola temporal
seismisitasnya ini membuktikan bahwa variasi tegasan tektonik (tegasan kompresif
akibat penunjaman lempeng Samudera India-Australia ke bawah Asia Tenggara)
menurut waktu untuk ketiga segment busur Sunda adalah sama, dan mengontrol
secara keseluruhan pola temporal jangka panjangnya.
Dalam
jangka waktu yang panjang ini dinamika subduksi menimbulkan efek lokal yang
berbeda-beda tergantung dari kondisi interaksi lempeng di masing-masing
segment, misalnya pada Gambar-3D, dalam kurun waktu yang sama, yakni dari tahun
1900 sampai 1981, jumlah atau frekuensi gempa di Sumatra jauh lebih banyak
dibandingkan yang terjadi di Jawa maupun di Nusa Tenggara. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa walaupun kondisi geodinamiknya berbeda secara spasial, bagi
busur Sunda secara keseluruhan, periode naik-turunnya aktifitas gempa tidak
dipengaruhi unsur spasialnya (atau lokasinya).
Post a Comment for "2. Dinamika Palung Jawa: Distribusi spasial dan temporal seismisitas"