Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

1. Fisiografi palung Jawa dan fenomena gunung bawah-laut



Pulau Jawa merupakan bagian dari suatu busur kepulauan yang dikenal sebagai busur Sunda (Sunda arc) yang terletak di tepi Asia Tenggara dan terbentang mulai dari kepulauan Andaman-Nicobar di barat sampai busur Banda (Timor) di timur. Busur Sunda merupakan busur kepulauan hasil dari interaksi lempeng samudera (disini lempeng India-Australia yang bergerak ke utara dengan kecepatan 7 cm/tahun ) yang menunjam di bawah lempeng benua (disini Lempeng Eurasia) (Gambar-1 A).
 
Penunjaman lempeng terjadi di selatan busur Sunda berupa palung (trench) yang dikenal sebagai palung Jawa. Disamping itu, penunjaman lempeng juga menghasilkan sepasang busur vulkanik dan non-vulkanik. Busur vulkanik terdiri dari rangkaian gunung berapi yang menjadi tulang punggung pulau-pulau busur Sunda, sedangkan busur non-vulkanik merupakan rangkaian pulau-pulau yang terletak di sisi samudera busur vulkaniknya.

Rangkaian pulau seperti Siberut, Simeleu, Nias di barat Sumatra merupakan bagian busur non-vulkanik yang muncul ke permukaan laut, sedangkan di selatan Jawa busur ini berada di bawah laut. Busur non-vulkanik disusun oleh material-material yang berasal dari daratan, laut dangkal, laut dalam dan kepingan lantai samudera yang terseret, tergencet dan tercampur secara tektonik ketika lempeng samudera menunjam ke palung. Himpunan batuan yang campur aduk di dalam palung ini, disebut melange, membentuk prisma akresi (accretion prism) di sisi dalam palungnya.

Palung Jawa, panjang total sekitar 5600 km, terentang mulai dari kepulauan Andaman-Nicobar di barat sampai ke Sumba di timur, memiliki corak yang beragam. Hal ini disebabkan oleh arah penunjaman dan kecepatan lempeng tidak seragam. Minster dan Jordan (1978, dalam Ghose and Oike, 1988) memperkirakan kecepatan lempeng 6 cm/tahun dekat ujung utara Sumatra sampai 7,8 cm/tahun di dekat pulau Sumba. Arah penunjaman yang hampir tegak lurus di bagian pulau Jawa ke arah timur menghasilkan ragam penunjaman lempeng yang lebih sederhana dibandingkan di bagian Sumatra dimana terbentuk sesar mendatar (sesar Semangko) karena arah penunjaman lempengnya miring dan bahkan hampir sejajar di bagian kepulauan Andaman.

Ke arah ujung timur palung Jawa, di bagian Sumba dan Timor, sistem tektonik yang lebih kompleks berkembang disini dimana yang terjadi bukan lagi penunjaman melainkan tumbukan (collision) antara busur Banda dengan tepi baratlaut kontinen Australia. Dimensi prisma akresi serta kedalaman palung juga beragam dari barat ke timur seiring dengan berkurangnya ketebalan sedimen pada lempeng samudera yang menunjam. Selat Sunda, yang memisahkan Sumatra dan Jawa, merupakan batas geodinamik yang penting dimana terdapat perubahan sudut penunjaman yang menyolok antara bagian timur dan baratnya (Zen, 1983).

Di sebelah barat selat Sunda, aktifitas gempa umumnya tidak melebihi kedalaman 200 km sedangkan di sebelah timurnya kedalaman aktifitas gempanya meningkat mendekati 350-500 km. Unsur geodinamik lain yang dapat mempengaruhi dinamika palung adalah kondisi morfologi permukaan lempeng samuderanya. Permukaan lantai samudera bisa relatif halus atau kasar karena adanya tonjolan-tonjolan yang terdiri dari gunung-gunung bawah laut (seamount), pematang tengah samudera, dan plato basalt. Dengan demikian menjadi tidak terhindarkan lagi penunjaman lempeng samudera membawa juga seamount atau bentuk morfologi bawah-laut lainnya kedalam palung.

Salah satu ciri palung di selatan Jawa adalah terdapatnya sejumlah seamount. Fenomena menarik ini telah diteliti oleh Tim Indonesia-Japan Deep Sea Expedition “Java Trench” 2002 (Kompas, 13 Oktober 2002) dan telah dipetakan oleh Masson dkk (1990) dengan menggunakan GLORIA long-range sidescan sonar swath yang meliputi daerah seluas 45x1300 km pada garis bujur 108° – 120° BT (Gambar-1 B-E). Morfologi utama di lantai samuderanya adalah Roo Rise, suatu plato bawah-laut yang besar yang menjulang sekitar 2000 m dari dasar laut. Ujung depan dari Roo Rise ini telah memasuki palung Jawa di daerah antara garis bujur 112° – 115° BT yang ditandai oleh mendangkalnya palung di daerah tersebut (Gambar-1 B).

Roo Rise yang terbesar, juga berhasil dikenali banyak gunung bawah-laut lainnya dengan diameter lebih dari 10 km dan dalam berbagai tahap penunjaman, mulai dari yang sedang menunjam sampai yang menunjam sepenuhnya ke dalam palung (Gambar-1 D, dan E). Kedalaman palungnya berkisar antara <5600> 7000 m dengan bagian terdalam terletak di sebelah timur 111° BT dan antara 115° dan 119° BT. Gambar-1 D menunjukkan hasil pemetaan pada jalur palungnya. Sepuluh gunung bawah-laut berhasil dikenali dengan dimensi berkisar mulai dari <10>
 

Post a Comment for "1. Fisiografi palung Jawa dan fenomena gunung bawah-laut "