PERKEMBANGAN KEHIDUPAN EKONOMI POLITIK, DEMOKRASI LIBERAL DAN DEMOKRASI TERPIMPIN
PERKEMBANGAN KEHIDUPAN
EKONOMI POLITIK, DEMOKRASI LIBERAL DAN DEMOKRASI TERPIMPIN
ilustrasi: google |
A.
Perkembangan
Kehidupan Ekonomi Politik
1.Ekonomi
Politik dan Sejarah Perkembangannya
Ekonomi politik adalah bidang studi yang
mempelajari interaksi antara kekuasaan politik dan ekonomi dalam suatu
masyarakat. Dalam ilmu ekonomi politik, hubungan antara politik dan ekonomi
dianggap sebagai suatu sistem yang saling terkait, di mana kebijakan politik
dapat mempengaruhi struktur ekonomi dan sebaliknya. Yang awal nya lebih fokus
kepada ilmu untuk megelola perekonomian dengan ilmu untuk mengelola pemerintah.
Dapat di katakan bahwa politik ekonomi adalah campur tangan nya pemerintah
dalam proses ekonomi
Sejarah dan Perkembangan Ekonomi Politik
Sejarah dan perkembangan ekonomi politik
dimulai pada abad ke-18 dengan munculnya pemikiran-pemikiran ekonomi dari para
filosof dan ekonom seperti Adam Smith dan David Ricardo.
Mereka
menciptakan teori-teori ekonomi yang dianggap sebagai landasan utama dalam
perkembangan ekonomi modern.
Adam Smith, seorang ekonom dan filsuf
Skotlandia, dikenal sebagai bapak ekonomi modern. Dia menulis buku berjudul
“The Wealth of Nations” pada tahun 1776 yang membahas tentang keuntungan yang
bisa didapat dari perdagangan internasional, keterkaitan antara produksi,
distribusi, dan konsumsi, serta pentingnya kebebasan pasar dan persaingan.
Smith berpendapat bahwa pasar bebas
dapat mencapai keseimbangan sendiri tanpa campur tangan pemerintah.David
Ricardo, ekonom Inggris, juga memperluas teori-teori Smith dan menciptakan
teori-teori baru seperti teori komparatif keunggulan yang membahas tentang
keuntungan perdagangan internasional antar negara.
Ricardo berpendapat bahwa setiap negara
sebaiknya memproduksi barang yang dapat dihasilkan dengan biaya paling rendah
dan mengimpor barang yang tidak bisa diproduksi dengan biaya rendah.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad
ke-20, ekonomi politik menjadi bagian dari disiplin ilmu sosial yang lebih
luas, termasuk sosiologi, antropologi, dan ilmu politik. Selain itu, dengan
munculnya negara-negara industri seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Jerman,
ekonomi politik menjadi lebih penting dalam mengatur kebijakan ekonomi nasional
dan internasional.
Pada abad ke-20, ekonomi politik
berkembang menjadi dua aliran utama, yaitu ekonomi politik kiri dan kanan.
Aliran ekonomi politik kiri, yang dipengaruhi oleh pemikiran Karl Marx,
menekankan pentingnya kontrol sosial atas sumber daya ekonomi dan redistribusi
kekayaan untuk mengurangi kesenjangan sosial.
Sementara itu, aliran ekonomi politik
kanan, yang dipengaruhi oleh pemikiran liberal dan konservatif, menekankan
pentingnya pasar bebas, kebebasan individu dalam mengambil keputusan ekonomi,
dan minimnya campur tangan pemerintah dalam ekonomi.
Pada era globalisasi, ekonomi politik
semakin penting dalam mengatur kebijakan perdagangan internasional dan
investasi, serta mempromosikan pembangunan berkelanjutan dan pembangunan
manusia.
Peran ekonomi politik semakin meningkat
dalam menangani isu-isu global seperti perubahan iklim, kemiskinan,
ketidakadilan sosial, dan ketimpangan ekonomi namun, pembangunan politik di
negara berkembang bertolak belakang dengan pembangunan ekonomi,misalnya ketika
kita hendak meningkatkan pembangunn politik dimana sebagai wakil rakyat yang
mengartikulasikan mengagregasikan kepentingan masyarakat legislatif harus
menyuarakan kebutuhan masyarakat Krisis moneter yang terjadi tanggal 11 juli
1997 dimulai ketika bank umum mengalami rush atau penarikan dana pihak ketiga
secara besar-besaran, Bang Indonesia sebagai Bank Sentral, dengan BLBI-nya,
tidak lagi mampu menghadapi rush rupiah yang kemudian diikuti dengan managed
floating rate.
Kondisi ini mengakibatkan bank terpaksa
membuka band dan akhirnya depresiasi rupiah terhadap US$ meluncur tidak
terkendali sampai mendekati Rp 15.000/1 US$, Juli 1998 Laporan Bank Dunia
khusus Indonesia,April 1997 sebenarnya sudah memberikan peringatan bahwa
Indonesia perlu memacu tabungan dalam negeri agar mampu membiayai investasi
dalam negeri dan tidak terlalu tergantung pada kredit luar negeri.Indonesia
juga harus memperkuat fundamental ekonomi makr, kualitas SDM dan pemebnahan
aparat birokrasi yang bersih, clean government.
Indikator makro ekonomi 2006, dalam
angka menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi 5,6 % terjadi peningkatan
pengangguran 40,5 (2005) menjadi 43 juta. Pada tahun 2006 peningkatan
kemiskinan semakin meningkat. Adapun kondisi neraca pembayaran Indonesia belum favorable
karena kendala keunggulan daya saing komoditas ekspor yang terus dari peringkat
46/49 negara (2001) menjadi 47/49 negara (2002), 57/59 negara (2003), 58/60
negara (2004), 59/60 negara (2005) akhirnya peringkat 60 dari 61 negara
pengekspor 2006. Tingkat utilisasi kapasitas industry pasca krisis moneter
belum pulih, masih dibawah 70% pada tahun 2006, demikian pula pertumbuhan
sektor industry rata-rata masih dibawah rata- rata pra-krisis moneter dengan
rata-rata pertumbuhan industry 1990-1997 > 10% menjadi menurun rata-rata 5%
(1999-2006) dengan catatan pada tahun 1998, pertumbuhannya - 13,1 %
a.
Konsep
Dasar dalam Ekonomi Politik
Konsep dasar dalam ekonomi politik
meliputi:
1. Kekuasaan
Ekonomi politik mempertanyakan siapa yang
memegang kekuasaan dalam suatu sistem ekonomi dan bagaimana kekuasaan tersebut
digunakan untuk mengatur sumber daya ekonomi.
2. Sistem
ekonomi
Ekonomi politik mempelajari sistem
ekonomi seperti kapitalisme, sosialisme, dan ekonomi campuran, dan bagaimana
sistem ini mempengaruhi distribusi sumber daya ekonomi.
3. Kebijakan
publik
Ekonomi politik mempelajari pengaruh kebijakan
publik, seperti pajak, subsidi, regulasi, dan kebijakan moneter, pada ekonomi
dan masyarakat.
4. Pasar
Ekonomi politik mempelajari bagaimana pasar
bekerja, termasuk persaingan, harga, dan penawaran dan permintaan, serta
bagaimana pasar mempengaruhi kebijakan dan distribusi sumber daya ekonomi.
5. Kelas
sosial
Ekonomi politik mempertimbangkan peran kelas
sosial dalam ekonomi dan bagaimana distribusi sumber daya ekonomi mempengaruhi
kesenjangan sosial dan ketidakadilan.
6. Pertumbuhan
ekonomi
Ekonomi politik mempelajari faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, seperti investasi, teknologi, dan pembangunan
manusia, serta bagaimana pertumbuhan ekonomi mempengaruhi kebijakan dan
distribusi sumber daya ekonomi.
7. Lingkungan
Ekonomi politik mempertimbangkan dampak
ekonomi pada lingkungan dan bagaimana kebijakan dapat mempromosikan pembangunan
berkelanjutan.
Konsep dasar dalam ekonomi politik
membantu memahami bagaimana sistem ekonomi bekerja dan bagaimana kebijakan
publik dapat mempengaruhi ekonomi dan masyarakat.
b.Pendekatan dalam
Ekonomi Politik
Pendekatan dalam ekonomi politik
mencakup beberapa pendekatan atau perspektif yang berbeda dalam mempelajari
hubungan antara ekonomi dan politik. Berikut adalah beberapa pendekatan dalam
ekonomi politik:
1. Pendekatan
Institusional
Pendekatan ini mempelajari institusi ekonomi
dan politik, termasuk lembaga keuangan, peraturan, dan hukum, serta bagaimana
institusi ini mempengaruhi keputusan ekonomi dan politik.
2. Pendekatan
Marxian
Pendekatan ini didasarkan pada teori Marxisme
dan memfokuskan pada analisis kelas sosial, kapitalisme, dan konflik antara
kelas pemilik modal dan kelas pekerja.
3. Pendekatan
Kesejahteraan
Pendekatan ini menekankan pada kesejahteraan
masyarakat dan mencari cara untuk meningkatkan kesejahteraan melalui redistribusi
sumber daya ekonomi.
4. Pendekatan
Pilihan Rasional
Pendekatan ini memfokuskan pada
bagaimana individu membuat keputusan ekonomi rasional dan mencari keuntungan
pribadi.
5. Pendekatan
Sosiologis
Pendekatan ini mempertimbangkan faktor-faktor
sosial dan budaya yang mempengaruhi keputusan ekonomi dan politik.
6. Pendekatan
Feminis
Pendekatan ini mempertimbangkan peran gender
dan bagaimana keputusan ekonomi dan politik mempengaruhi gender.
7. Pendekatan
Lingkungan
Pendekatan ini mempertimbangkan dampak
keputusan ekonomi dan politik pada lingkungan dan mendorong pembangunan
berkelanjutan.
Pendekatan dalam ekonomi politik
membantu memahami berbagai faktor yang mempengaruhi keputusan ekonomi dan
politik serta hubungan antara ekonomi dan politik.
2.Perkembangan
Ekonomi Indonesia pada Masa Kemerdekaan
Pada masa kemerdekaan, keadaan ekonomi
bangsa Indonesia masih belum stabil. Hal ini disebabkan oleh masalah-masalah
ekonomi yang terjadi saat itu.
Beberapa bulan setelah Proklamasi
Kemerdekaan, bangsa Indonesia mengalami inflasi yang terlalu tinggi
(hiperinflasi). Inflasi terjadi karena mata uang Jepang beredar secara tak
terkendali.
Pada saat itu, pemerintah tidak dapat
menyatakan mata uang Jepang tidak berlaku karena belum memiliki mata uang
sendiri sebagai penggantinya. Kas negara pun kosong, pajak dan bea masuk sangat
kecil.
Untuk penanggulangan inflasi tersebut,
pemerintah Indonesia melakukan beberapa hal, di antaranya:
1. Melakukan
Pinjaman Nasional
Pinjaman nasional adalah salah satu
kebijakan yang dicetuskan Menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan
BP-KNIP. Hal ini didukung dengan adanya Bank Tabungan Pos yang dibentuk
pemerintah yang berguna untuk menyalurkan pinjaman.
Mata
Uang Ori
Meski sudah merdeka, ternyata Indonesia belum
memiliki mata uang sendiri. Akhirnya pada 30 Oktober 1946, pemerintah Indonesia
mengeluarkan uang kertas pertama dengan nama Oeang Republik Indonesia (ORI).
Mata Uang ORI kemudian mengganti mata
uang Jepang dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah. Seribu mata uang
Jepang bernilai satu rupiah ORI.
2. Membentuk
Bank Negara Indonesia (BNI)
Meski telah memiliki mata uang sendiri,
ternyata masih ada permasalahan ekonomi. Karena peredaran ORI yang tidak
terkendali.
Sehingga pemerintah Indonesia mulai
mengatur percetakan dan peredaran ORI dalam satu sistem perbankan Indonesia.
Pada tanggal 1 November 1946
terbentuklah Bank Negara Indonesia sebagai bank induk. Tugas utamanya adalah
melaksanakan koordinasi dalam bidang ekonomi keungan dan mengatur nilai tukar
ORI terhadap valuta asing.
Blokade laut yang dilakukan oleh belanda
dimulai pada bulan November 1945.blokade ini menutup pintu keluar masuk
perdagangan Indonesia.akibatnya barang barang dagangan milik Indonesia tidak
dapat diekspor, dan Indonesia tidak dapat memperoleh barang barang impor yang
sangat di butuhkan.
Tujuan Belanda melakukan blokade ini
adalah untuk meruntuhkan perekonomian Indonesia.
Dalam
rangka menghadapi blokade laut ini, pemerintah melakukan berbagai upaya,
sebagai berikut:
· Melakukan
diplomasi ke India Pada tahun 1946, Indonesia membantu pemerintah India yang
tengah menghadapi bahaya kelaparan dengan mengirimkan beras seberat 500.000
ton.
Sebagai
imbalannya, pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan pakaian yang
sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Selain bersifat ekonomis, pengiriman
bantuan ke India bersifat politis karena India merupakan negara Asia yang
paling aktif mendukung perjuangan diplomatik dalam rangka solidaritas negara-negara
Asia.
· Mengadakan
hubungan dagang langsung ke luar negeri
Usaha mengadakan hubungan dagang ke luar negeri itu dirintis oleh
Banking and Tranding Coperation (BTC), suatu badan perdagangan semipemerintah.
BTC berhasil mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika Serikat. Dalam
transaksi pertama, pihak Amerika Serikat bersedia membeli barang- barang ekspor
seperti gula, teh, dan karet. Usaha lain untuk mengadakan hubungan dagang
langsung ke luar negeri juga dilakukan melalui Sumatera. Tujuan utamanya adalah
Singapura dan Malaya. Usaha ini dilakukan dengan perahu layar dan kapal motor
cepat. Pelaksanaan penembusan blokade dilakukan oleh angkatan laut Republik
Indonesia dengan bantuan dari pemerintah daerah penghasil barang-barang ekspor.
Melalui upaya ini, Indonesia berhasil
menjual barang-barang ekspor dan memperoleh barang-barang impor yang dibutuhkan
3.PERKEMBANGAN
EKONOMI INDONESIA DARI MASA KE MASA
Pertumbuhan ekonomi bisa dibilang
sebagai indikator berhasil atau tidaknya suatu pemerintahan dalam menjalankan,
mengelola, dan membangun negara. Meskipun, ada banyak faktor baik di dalam
negeri maupun di tataran global yang menjadi faktor penentu.
Menurut ekonom Amerika Serikat, Simon
Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah suatu kenaikan kemampuan jangka panjang
dari negara untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya.
Kemampuan
tersebut akan tumbuh seiring dengan adanya perkembangan atau kemajuan teknologi
dan juga penyesuaian kelembagaan serta ideologi.
Menurut salah seorang peraih Nobel
Ekonomi ini, pertumbuhan ekonomi dicapai oleh tiga faktor, yakni peningkatan
persedian barang yang stabil, kemajuan teknologi, serta penggunaan teknologi
secara efisien dan efektif.
Pertumbuhan ekonomi dicapai oleh tiga
faktor, yakni peningkatan persedian barang yang stabil, kemajuan teknologi,
serta penggunaan teknologi secara efisien dan efektif.
Dalam perjalanannya, Indonesia
mencatatkan pasang-surut pertumbuhan ekonomi. JEO ini merangkum jejak
pertumbuhan itu dari masa ke masa pemerintahan tujuh presiden yang pernah
memimpin Indonesia, dari Soekarno sampai Joko Widodo (Jokowi).
Sebagai data awal, per kuartal III-2018,
pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,17 persen, lebih tinggi dibanding
periode yang sama tahun lalu sebesar 5,06 persen. Secara tahunan, pertumbuhan
ekonomi 2017 mencapai 5,07 persen, angka tertinggi sejak 2014.
Memang, angka itu masih di bawah
pertumbuhan ekonomi masa pemerintahan Soeharto yang sempat menembus 10 persen,
sehingga ketika itu Indonesia dipuja-puji sebagai salah Macan Asia. Bahkan,
kinerja ekonomi saat ini masih di bawah capaian pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono yang bisa di atas 6 persen.
Namun, kondisi perekonomian Indonesia
sekarang tetap dinilai sudah mulai stabil, setelah mengalami kejatuhan pada
krisis 1998. Saat itu inflasi meroket drastis 80 persen dengan pertumbuhan
ekonominya minus.
"Sekarang kita jelas tumbuh lebih
baik, meski pertumbuhan di bawah zaman Orde Baru tapi reformasi ekonomi kita
menunjukkan perbaikan pesat," ujar Chief Economist Samuel Sekuritas, Lana
Soelistianingsih.
Soekarno (1945-1967)
Indonesia mengalami tiga fase
perekonomian di era Presiden Soekarno. Fase pertama yakni penataan ekonomi pasca-kemerdekaan,
kemudian fase memperkuat pilar ekonomi, serta fase krisis yang mengakibatkan
inflasi. Pada awal pemerintahan Soekarno, PDB per kapita Indonesia sebesar Rp
5.523.863.
Pada 1961, Badan Pusat Statistik
mengukur pertumbuhan ekonomi sebesar 5,74 persen. Setahun berikutnya masih
sama, ekonomi Indonesia tumbuh 5,74 persen. Lalu, pada 1963, pertumbuhannya
minus 2,24 persen.
Angka minus pertumbuhan ekonomi tersebut
dipicu biaya politik yang tinggi. Akibatnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) defisit minus Rp 1.565,6 miliar. Inflasi melambung atau hiperinflasi
sampai 600 persen hingga 1965.
Meski begitu, pertumbuhan ekonomi
Indonesia masih dapat kembali ke angka positif pada 1964, yaitu sebesar 3,53
persen. Setahun kemudian, 1965, angka itu masih positif meski turun menjadi
1,08 persen. Terakhir di era Presiden Soekarno, 1966, ekonomi Indonesia tumbuh
2,79 persen
Soeharto
(1967-1998)
Masa
kekuasaan Soeharto adalah yang terpanjang dibandingkan presiden lain Indonesia
hingga saat ini. Pasang surut perekonomian Indonesia juga paling dirasakan pada
eranya.
Ia menjadi presiden di saat perekonomian
Indonesia tak dalam kondisi baik. Pada 1967, ia mengeluarkan Undang-undang (UU)
Nomor 1 Tahun 1967, tentang Penanaman Modal Asing. UU ini membuka lebar pintu
bagi investor asing untuk menanam modal di Indonesia.
Tahun berikutnya, Soeharto membuat
Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang mendorong swasembada. Program
ini mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga tembus 10,92 persen pada
1970.
Ekonom Lana Soelistianingsih menyebut,
iklim ekonomi Indonesia pada saat itu lebih terarah, dengan sasaran memajukan
pertanian dan industri. Hal ini membuat ekonomi Indonesia tumbuh drastis.
Setelah itu, di tahun-tahun berikutnya, hingga sekitar tahun 1997, pertumbuhan
ekonomi Indonesia cenderung tinggi dan terjaga di kisaran 6-7 persen.
Namun, selama Soeharto memerintah,
kegiatan ekonomi terpusat pada pemerintahan dan dikuasai kroni-kroni presiden.
Kondisinya keropos. Pelaku ekonomi
tak menyebar seperti saat ini, dengan 70 persen perekonomian dikuasai
pemerintah. Begitu dunia mengalami gejolak pada 1998, struktur ekonomi
Indonesia yang keropos itu tak bisa menopang perekonomian nasional.
"Ketika krisis, pemerintah
kehilangan pijakan, ya bubarlah perekonomian Indonesia karena sangat bergantung
pada pemerintah," kata Lana.
Posisi Bank Indonesia (BI) pada era
Soeharto juga tak independen. BI hanya alat penutup defisit pemerintah. Begitu
BI tak bisa membendung gejolak moneter, maka terjadi krisis dan inflasi tinggi
hingga 80 persen.
Pada 1998, negara bilateral pun menarik
diri untuk membantu ekonomi Indonesia, yaitu saat krisis sudah tak
terhindarkan. Pertumbuhan ekonomi pun merosot menjadi minus 13,13 persen.
Pada tahun itu, Indonesia menandatangani
kesepakatan dengan Badan Moneter Internasional (IMF). Gelontoran utang dari
lembaga ini mensyaratkan sejumlah perubahan kebijakan ekonomi di segala lini.
ERA
REFORMASI
BJ
Habibie (1998-1999)
Pemerintahan Presiden Baharuddin Jusuf
Habibie dikenal sebagai rezim transisi. Salah satu tantangan sekaligus
capaiannya adalah pemulihan kondisi ekonomi, dari posisi pertumbuhan minus
13,13 persen pada 1998 menjadi 0,79 persen pada 1999.
Habibie menerbitkan berbagai kebijakan
keuangan dan moneter dan membawa perekonomian Indonesia ke masa kebangkitan.
Kurs rupiah juga menguat dari sebelumnya Rp 16.650 per dollar AS pada Juni 1998
menjadi Rp 7.000 per dollar AS pada November 1998.
Pada masa Habibie, Bank Indonesia
mendapat status independen dan keluar dari jajaran eksekutif.
Abdurrahman
Wahid (1999-2001)
Abdurrahman Wahid alias Gus Dur
meneruskan perjuangan Habibie mendongkrak pertumbuhan ekonomi pasca krisis
1998. Secara perlahan, ekonomi Indonesia tumbuh 4,92 persen pada 2000.
Gus Dur menerapkan kebijakan
desentralisasi fiskal dan otonomi daerah. Pemerintah membagi dana secara berimbang
antara pusat dan daerah. Kemudian, pemerintah juga menerapkan pajak dan
retribusi daerah. Meski demikian, ekonomi Indonesia pada 2001 tumbuh melambat
menjadi 3,64 persen
Megawati
Soekarnoputri ( 2001-2004 )
Pada
masa pemerintahan Megawati, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara bertahap terus
meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2002, pertumbuhan Indonesia mencapai 4,5
persen dari 3,64 persen pada tahun sebelumnya.
Kemudian,
pada 2003, ekonomi tumbuh menjadi 4,78 persen. Di akhir pemerintahan Megawati
pada 2004, ekonomi Indonesia tumbuh 5,03 persen.
Tingkat kemiskinan pun terus turun dari
18,4 persen pada 2001, 18,2 persen pada
2002, 17,4 persen pada 2003.
Soesilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)
Meski naik-turun, pertumbuhan ekonomi
Indonesia di bawah kepemimpinan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) relatif stabil.
Pertumbuhan Indonesia cukup menggembirakan di awal pemerintahannya, yakni 5,69
persen pada 2005.
Pada 2006, pertumbuhan ekonomi Indonesia
sedikit melambat jadi 5,5 persen. Di tahun berikutnya, ekonomi Indonesia tumbuh
di atas 6 persen, tepatnya 6,35 persen.
Lalu, pada 2008, pertumbuhan ekonomi
masih di atas 6 persen meski turun tipis ke angka 6,01 persen. Saat itu, impor
Indonesia terbilang tinggi. Namun, angka ekspor juga tinggi sehingga neraca
perdagangan lumayan berimbang.
Pada 2009, di akhir periode pertama
sekaligus awal periode kedua kepemimpinan SBY, ekonomi Indonesia tumbuh
melambat di angka 4,63 persen.
Perlambatan
tersebut merupakan dampak krisis finansial global yang tak hanya dirasakan
Indonesia tetapi juga ke negara lain. Pada tahun itu, Bank Sentral Amerika
Serikat (The Fed) menaikkan suku bunga yang membuat harga komoditas global
naik.
"Saat Bank Sentral AS menarik dana
dari publik, tidak injeksi lagi, harga komoditas melambat lagi. Kita mulai
keteteran," kata Lana. "Ekspor kita memang tinggi, tapi impornya
lebih tinggi," tambah dia.
Joko
Widodo (2014-2019)
Pada masa pemerintahannya, Joko Widodo
atau yang lebih akrab disapa Jokowi merombak struktur APBN dengan lebih
mendorong investasi, pembangunan infrastruktur, dan melakukan efisiensi agar
Indonesia lebih berdaya saing.
Namun, grafik pertumbuhan ekonomi
Indonesia selama empat tahun masa pemerintahan Jokowi terus berada di bawah
pertumbuhan pada era SBY.
Pada 2015, perekonomian Indonesia
kembali terlihat rapuh. Rupiah terus menerus melemah terhadap dollar AS. Saat
itu, ekonomi Indonesia tumbuh 4,88 persen.
"Defisit semakin melebar karena
impor kita cenderung naik atau ekspor kita yang cenderung turun," kata
Lana.
Di
era Jokowi kata Lana, arah perekonomian Indonesia tak terlihat jelas. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) seolah hanya sebagai dokumen tanpa
pengawasan dalam implementasinya.
Dalam kondisi itu, tak diketahui sejauh
mana RPJMN terealisasi. Ini tidak seperti repelita yang lebih fokus dan
pengawasannya dilakukan dengan baik sehingga bisa dijaga.
Pada 2016, ekonomi Indonesia mulai
terdongkrak tumbuh 5,03 persen. Dilanjutkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun
2017 sebesar 5,17
Meski begitu, Indonesia masih bisa
mempertahankan pertumbuhan ekonomi walaupun melambat. Pada tahun itu,
pertumbuhan ekonomi Indonesia masuk tiga terbaik di dunia.
Lalu, pada 2010, ekonomi Indonesia
kembali tumbuh dengan capaian 6,22 persen. Pemerintah juga mulai merancang
rencana percepatan pembangunan ekonomi Indonesia jangka panjang
Berdasarkan asumsi makro dalam APBN
2018, pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomis 2018 secara keseluruhan
mencapai 5,4 persen. Namun, pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2018 ternyata tak
cukup menggembirakan, hanya 5,06 persen.
Sementara pada kuartal II-2018, ekonomi
tumbuh 5,27 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hanya ada sedikit
perbaikan dibandingkan kuartal sebelumnya.
Pada Senin (5/11/2018), BPS mengumumkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2018 sebesar 5,17 persen, malah
melambat lagi dibandingkan kuartal sebelumnya.
Untuk kuartal IV-2018, pertumbuhan
ekonomi diprediksi meleset dari asumsi APBN. Bank Indonesia, misalnya,
memprediksi pertumbuhan Indonesia secara keseluruhan pada 2018 akan berada di
batas bawah 5 persen.
Namun, fakta mendapati, ekonomi
Indonesia pada 2018 tumbuh 5,17 persen. Ini menjadi pertumbuhan ekonomi
tertinggi di era Jokowi. Konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama
dengan porsi 5,08 persen.
Pada 2018, investasi menyumbang porsi 6,01
persen bagi pertumbuhan ekonomi, ekspor 4,33 persen, konsumsi pemerintahan 4,56
persen, konsumsi lembaga non-rumah tangga 10,79 persen, dan impor 7,10 persen.
Total PDB pada 2018 tercatat Rp 56 juta atau 3.927 dollar AS memakai kurs saat
itu.
Tahun pemilu, 2019, Indonesia
mencatatkan pertumbuhan ekonomi 5,02 persen. Perang dagang AS-China, tensi
geopolitik Timur Tengah, dan harga komoditas yang fluktuatif dituding sebagai
penyebab penurunan kinerja ekonomi ini dibanding capaian pada 2018.
"Saya pikir angka
5,02 (persen) dengan pelemahan pada 2019 ini cukup baik," kata Suhariyanto
di Gedung BPS, Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Konsumsi rumah tangga memberi andil
2,73 persen pada kinerja ekonomi 2019, sementara investasi menyumbang 1,47
persen. PDB Indonesia pada 2019 tercatat Rp 59,1 juta atau setara 4.175 dollar
AS memakai kurs saat itu
B. DEMOKRASI
LIBERAL
1. Pengertian
Demokrasi Liberal
Demokrasi liberal adalah sebuah sistem
politik yang memiliki banyak partai, di mana kekuasaan politik dipegang oleh
politisi sipil yang berpusat di parlemen. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Pada dasarnya, konsep demokrasi ini
merupakan model di mana badan legislatif memiliki posisi yang lebih tinggi
daripada badan eksekutif. Perdana menteri memimpin sebagai kepala pemerintahan,
sedangkan kepala negara dalam demokrasi parlementer dipegang oleh presiden.
Demokrasi liberal sangat menghargai
kebebasan individu dalam berpolitik dan individualisme, dengan berusaha
mengurangi kesenjangan ekonomi dan memberikan hak yang sama bagi seluruh
rakyat. Artinya, demokrasi liberal adalah sistem yang didasarkan pada hak-hak
individu, di mana setiap warga negara dianggap dapat memiliki kekuasaan tanpa
memandang suku, agama, atau ras asal individu tersebut.
Robert Dahl, seorang ilmuwan politik
asal Amerika, menyebut bahwa terdapat dua konsep penting dalam demokrasi
liberal, yaitu kontestasi dan partisipasi. Kontestasi, seperti penyanggahan
atau perdebatan, dapat terwujud dengan adanya hak kebebasan pers dan hak
membentuk partai politik.
Dengan kebebasan membentuk partai,
aspirasi individu yang seringkali berbeda-beda dapat terakomodasi dengan baik.
Akomodasi pandangan politik yang berbeda inilah yang menjadi salah satu pemicu
kontestasi. Budaya kontestasi dalam demokrasi liberal di Indonesia sangat
kental. Oleh karena itu, perubahan kabinet sangat dinamis, seperti yang
terlihat pada masa demokrasi liberal di Indonesia di mana terdapat 7 kabinet
yang berkuasa hanya dalam kurun waktu 9 tahun.
Sementara itu, Dahl mengemukakan bahwa
konsep partisipasi dalam demokrasi liberal dapat diwujudkan melalui pemilihan
umum yang adil dan terbuka bagi seluruh warga yang memenuhi syarat.
Dalam demokrasi liberal, toleransi dan
pluralisme sangat dihargai. Beragam pandangan sosial dan politik, bahkan yang
dianggap ekstrem, diizinkan untuk hidup berdampingan dan bersaing secara
demokratis untuk memperebutkan kekuasaan politik.
Secara umum, demokrasi liberal dapat
diimplementasikan dalam bentuk monarki konstitusional atau republik
konstitusional." Masa
Demokrasi Liberal di Indonesia (1950-1959)
Masa demokrasi Liberal di Indonesia
berlangsung dari tahun 1950 hingga 1959. Demokrasi Liberal juga disebut sebagai
Demokrasi Parlementer memiliki ciri sebuah negara yang dipimpin oleh perdana
menteri bersama presiden yang menjabat sebagai kepala negara. Pada masa
Demokrasi Liberal, parlemen memiliki peran yang sangat penting karena menjadi
perpanjangan tangan dari rakyat yang ikut dalam perpolitikan negara. Selain
itu, kabinet diperbolehkan melakukan kritik kepada pemerintah apabila tidak
setuju terhadap kebijakan pemerintah.
Selama Indonesia berdiri, mulai 17
Agustus 1945 hingga 5 Juli 1959 Indonesia menganut sistem Demokrasi
Parlementer. Tokoh yang mempercayai sistem ini adalah Mohammad Hatta dan Sutan
Syahrir. Menurut keduanya, dengan adanya partai politik dapat menciptakan kondisi
demokrasi sesungguhnya yakni dari rakyat, bagi rakyat dan untuk rakyat.
Sejarah Demokrasi Liberal di Indonesia
Pada tanggal 17 Agustus 1950, sesuai
kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) Republik Indonesia Serikat dibubarkan
dan Indonesia resmi diakui oleh Belanda. Seiring dengan hal tersebut, Indonesia
menganut sistem Demokrasi Liberal yang berdasarkan pada Undang – Undang Dasar
Sementara (UUDS) 1950. Pada masa Demokrasi Liberal mulai muncul partai – partai
politik baru dengan kebebasan berpendapat dan mengkritisi kebijakan pemerintah.
Walaupun munculnya sistem Demokrasi
Liberal dianggap sebagai bentuk kebebasan berpolitik, namun dalam perjalanannya
persaingan tidak sehat antar partai politik mengakibatkan ketidakstabilan
pemerintahan. Secara garis besar, kabinet – kabinet yang ada pada Demokrasi
Liberal diantaranya :
1. Kabinet Natsir (September 1950-Maret
1951)
Kabinet Natsir berusaha untuk melibatkan
semua partai dalam parlemennya. Namun, Mohammad Natsir selaku perdana menteri
ternyata kesulitan memberikan posisi kepada partai politik yang bersebrangan.
Masyumi sebagai partai dari Natsir sebagai pengaruh partai Islam yang sangat
kuat berusaha untuk merangkul Partai Nasional Indonesia (PNI) namun selalu saja
kandas.
PNI bahkan melakukan tuntutan pada
Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1950 tentang Pembentukan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintahnya. Mosi tidak percaya membuat Kabinet
Natsir akhirnya mundur dan Natsir turun dari jabatannya.
2. Kabinet Sukiman (April 1951-Februari
1952)
PNI mendapatkan posisinya dalam Kabinet
Sukiman. Namun, permasalahan yang sama kembali muncul. Sukiman Wiryosanjoyo
berasal dari Masyumi yang menjabat sebagai perdana menteri. Beberapa kebijakan
Sukiman banyak ditentang oleh PNI yang melancarkan mosi tidak percaya. Kabinet
Sukiman berakhir pada 23 Februari 1952.
3. Kabinet Wilopo (April 1952-Juni 1953)
Wilopo mendapatkan suara mayoritas dalam
parlemen sehingga dipilih menjadi perdana menteri. Tugas poko Kabinet Wilopo
adalah untuk menjalankan Pemilu anggota parlemen dan Konstituante. Kabinet
Wilopo tidak berlangsung lama karena adanya kasus Peristiwa 17 Oktober 1952 dan
Peristiwa Tanjung Morawa. Krisis ekonomi, defisit kas negara, konflik internal
antara TNI dan parlemen serta gerakan separatisme memperkeruh keadaan dimasa
Kabinet Wilopo. Pada 2 Juni 1953, Kabinet Wilopo menyerahkan kembali mandatnya
kepada presiden.
4. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Juli
1953-Juli 1955)
Kabinet Ali Sastroamidjojo I memiliki
tugas yang sama dengan Kabinet Wilopo yaitu melaksanakan Pemilu. Pada tanggal
31 Mei 1954, dibentuk Panitia Pemilihan Umum Pusat dan Daerah. Pemilihan
direncanakan pada 29 September (DPR) dan 15 Desember (Konstituante) 1955. Pada
masa Kabinet Ali Sastroamidjojo I keadaan ekonomi Indonesia memburuk yang disertai
korupsi. Nahdatul Ulama (NU) kemudian menarik diri dari kabinet yang diikuti
oleh partai lain. Pada akhirnya Kabinet Ali Sastroamidjojo I kewalahan dengan
keadaan yang terjadi sehingga mengembalikan mandatnya kepada presiden pada 24
Juli 1955.
Selama masa Demokrasi Liberal
berlangsung keadaan Indonesia cenderung tidak stabil sehingga berimbas pada
segala aspek di Indonesia. Hal tersebut berimbas pada keputusan Presiden
Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Di dalam Dekrit 5 Juli
1959 berisi Dewan Konstituante dibubarkan dan kembalinya UUD 1945 sebagai
konstitusi negara. Hal ini sekaligus meninggalkan UUDS 1950 yang sebelumnya
berlaku. Selain itu dibentuk pula Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
(MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Melalui Dekrit 5 Juli
1959 secara resmi Demokrasi Liberal berakhir dan dilanjutkan Demokrasi
Terpimpin.
2.
Ciri
Ciri Demokrasi Liberal
Berikut ini ciri-ciri demokrasi liberal:
·
Adanya Kebebasan
Individu
Salah satu ciri pertama dari sistem
demokrasi liberal adalah kebebasan individu, termasuk dalam hal politik. Di
Indonesia, implementasi dari kebebasan politik ini tercermin dari keberadaan
banyak partai politik pada sistem demokrasi liberal pada masa itu. Misalnya,
terdapat lebih dari 3 partai yang menganut asas Islam, yaitu NU, Masyumi,
Pergerakan Tarbiyah Indonesia, dan PSI. Karena kebebasan individu harus
diberikan fasilitas, maka munculnya banyak partai politik menjadi suatu hal
yang wajar.
·
Kekuasaan Pemerintah
Terbatas
Dalam demokrasi liberal, kekuasaan
pemerintah dibatasi agar tidak terpusat pada kelompok tertentu saja. Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan kekuasaan antara pihak-pihak yang
terlibat. Sehingga, sistem check and balance dapat diterapkan secara efektif.
·
Masyarakat
Berpartisipasi Dalam Politik
Salah satu ciri dari sistem demokrasi
liberal di Indonesia adalah partisipasi politik yang terbuka untuk seluruh
masyarakat tanpa memandang latar belakang mereka. Hal ini terlihat pada Pemilu
1955, yang merupakan pemilu pertama di Indonesia, di mana pesertanya sangat
beragam, termasuk partai-partai seperti PKI, PSI, Acoma, Murba, dan juga
individu-individu lainnya.
·
Periode Pemilu
Dilaksanakan Pada Waktu Tertentu
Dalam sistem demokrasi liberal di
Indonesia, pemilihan umum dilaksanakan secara terjadwal dan rahasia. Pemilu ini
memiliki peran penting sebagai sarana bagi partai politik untuk memperebutkan
kursi di pemerintahan.
·
Suara Mayoritas Bisa
Membentuk Hukum
Ciri terakhir dari sistem demokrasi
liberal di Indonesia adalah bahwa pemerintah dapat membuat undang-undang sesuai
dengan suara mayoritas parlemen. Sistem pemerintahan dipimpin oleh seorang
perdana menteri. Pada umumnya, perdana menteri berasal dari partai politik yang
memenangkan pemilu.
Namun, dalam demokrasi liberal, banyak
kebijakan yang dapat berubah, terutama karena seringnya terjadi pergantian
kabinet. Dalam kurun waktu 9 tahun saja, kabinet di Indonesia sudah mengalami
pergantian sebanyak 7 kali.
3.
Kelebihan
Sistem Demokrasi Liberal
Kekuasaan pemerintah yang terbatas pada
sistem demokrasi liberal mempermudah pengawasan terhadap kebijakan pemerintah,
serta memungkinkan pengelolaan perbedaan pandangan di antara partai politik.
Namun, terlalu banyaknya partai politik juga dapat menjadi kekurangan karena dapat
menyebabkan dampak negatif dalam kawasan politik.
4.
Kekurangan
Sistem Demokrasi Liberal
Pembentukan partai politik pada sistem
politik tertentu cenderung berfokus pada bagaimana mempertahankan kekuasaan
daripada pembuatan kebijakan yang stabil. Padahal, stabilitas politik juga
sangat penting bagi keberlangsungan negara."
C .
DEMOKRASI TERPIMPIN
1.
Pengertian
demokrasi terpimpin
Demokrasi
terpimpin adalah sebuah sistem politik yang pertama kali diperkenalkan di
Indonesia pada era pemerintahan Presiden Soekarno. Konsep demokrasi terpimpin
didasarkan pada ideologi politik Soekarno yang dikenal sebagai “Pancasila” yang
merupakan dasar negara Indonesia.
Dalam
demokrasi terpimpin, kekuasaan politik terpusat pada satu pemimpin atau
kelompok kecil yang disebut “Dwi Tunggal” yang terdiri dari Presiden dan Wakil
Presiden. Pemimpin atau kelompok tersebut dianggap sebagai orang yang paling
memahami kebutuhan dan aspirasi rakyat, dan mereka bertindak sebagai mediator
atau penengah antara rakyat dan pemerintah.
Demokrasi
terpimpin mengklaim menggabungkan nilai-nilai demokrasi dengan nilai-nilai
sosialisme. Dalam prakteknya, demokrasi terpimpin memberikan kekuasaan yang
signifikan kepada pemimpin dan partai politik yang dominan, dengan tujuan
mencapai tujuan sosial dan ekonomi yang dianggap penting bagi masyarakat.
2.
Tujuan
demokrasi terpimpin
Berikut
Tujuan Demokrasi Terpimpin
·
Nasionalisme
Demokrasi
terpimpin mempertahankan dan memperkuat kedaulatan nasional serta kemandirian
negara dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk politik, ekonomi, dan budaya
·
Keadilan sosial
Demokrasi
terpimpin mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi antara berbagai kelompok
dalam masyarakat. Tujuan ini termasuk pengentasan kemiskinan, pemerataan
kesempatan, dan akses yang lebih adil terhadap sumber daya dan pelayanan
publik.
·
Kesejahteraan rakyat
Demokrasi
terpimpin meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum dengan meningkatkan
standar hidup, mengurangi pengangguran, menyediakan pelayanan kesehatan dan
pendidikan yang terjangkau, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
·
Kemandirian ekonomi
Demokrasi
terpimpin mendorong pembangunan ekonomi nasional dengan mengurangi
ketergantungan terhadap pihak asing dan mempromosikan pengembangan industri,
pertanian, dan sektor-sektor ekonomi strategis lainnya.
·
Modernisasi sosial dan
budaya
Demokrasi
terpimpin mengubah dan memodernisasi masyarakat dalam hal nilai-nilai, norma,
dan gaya hidup, sambil tetap mempertahankan warisan budaya dan tradisi yang
berharga.
·
Persatuan dan
kebersamaan
Demokrasi
terpimpin membangun persatuan dan kesatuan nasional, memperkuat ikatan sosial,
dan meningkatkan rasa kebersamaan antarwarga negara
3.
Ciri
Ciri Demokrasi Terpimpin
Berikut Ciri Demokrasi Terpimpin
·
Kepemimpinan yang
dominan
Demokrasi
terpimpin menempatkan pemimpin atau kelompok kecil sebagai pusat kekuasaan
politik. Pemimpin tersebut memiliki pengaruh dan otoritas yang kuat dalam
mengambil keputusan politik dan mengarahkan arah negara.
·
Sentralisasi kekuasaan
Kekuasaan
politik dalam demokrasi terpimpin terpusat pada pemimpin atau kelompok kecil
yang memimpin. Mereka memiliki kewenangan yang signifikan dalam membuat
kebijakan dan mengendalikan proses politik.
·
Pemimpin sebagai
mediator
Pemimpin
dalam demokrasi terpimpin dianggap sebagai mediator antara rakyat dan pemerintah.
Mereka mengklaim memahami kebutuhan dan aspirasi rakyat, dan bertindak sebagai
penghubung antara rakyat dan pelaksanaan kebijakan pemerintah.
·
Dominasi partai politik
Partai
politik yang mendukung pemimpin atau kelompok kecil yang berkuasa memiliki
dominasi yang kuat dalam sistem politik. Partai tersebut sering kali merupakan
partai tunggal yang mendominasi dan mengontrol jalannya pemerintahan.
·
Pembatasan kebebasan
individu
Dalam
demokrasi terpimpin, terdapat kecenderungan untuk membatasi kebebasan individu
dan hak-hak politik. Hal ini dapat terjadi melalui pembatasan kebebasan
berpendapat, kebebasan pers, dan kebebasan berserikat.
·
Konsensus politik
Demokrasi
terpimpin menekankan pentingnya mencapai konsensus politik dalam pengambilan
keputusan. Keputusan politik biasanya diambil setelah dialog dan musyawarah
antara pemimpin dan partai politik yang terlibat.
·
Fokus pada tujuan
sosial dan ekonomi
Salah
satu karakteristik demokrasi terpimpin adalah penekanan pada tujuan sosial dan
ekonomi. Pemerintah memiliki peran aktif dalam merencanakan dan mengarahkan
pembangunan ekonomi serta mencapai tujuan sosial yang dianggap penting bagi
masyarakat.
4.
Kelebihan
Demokrasi Terpimpin:
·
Stabilitas politik
Kekuasaan
demokrasi terpimpin yang terpusat pada pemimpin atau kelompok kecil dapat
membawa stabilitas politik yang lebih besar, karena keputusan dapat diambil
dengan cepat dan efisien tanpa perlu melalui proses panjang dan rumit.
·
Pengambilan keputusan
efektif
Dalam
demokrasi terpimpin, pemimpin atau kelompok yang dianggap memahami kebutuhan
dan aspirasi rakyat memiliki kekuasaan yang signifikan dalam pengambilan
keputusan. Hal ini memungkinkan kebijakan yang cepat dan efektif dalam menjawab
kebutuhan masyarakat.
·
Fokus pada tujuan
sosial dan ekonomi
Demokrasi
terpimpin menempatkan penekanan yang kuat pada pencapaian tujuan sosial dan
ekonomi yang dianggap penting bagi masyarakat. Hal ini dapat mengarah pada
upaya yang lebih besar untuk mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara umum.
·
Mobilisasi massa
Demokrasi
terpimpin sering kali memobilisasi massa dalam rangka mencapai tujuan-tujuan
sosial dan ekonomi. Partisipasi aktif masyarakat dapat memberikan kekuatan dan
dukungan yang lebih besar untuk melaksanakan program-program pemerintah.
5.
Kekurangan
Demokrasi Terpimpin:
·
Kekurangan kebebasan
politik
Demokrasi
terpimpin dapat membatasi kebebasan politik, termasuk kebebasan berpendapat,
kebebasan pers, dan kebebasan berserikat. Kritik terhadap pemerintah sering
kali ditindas dan oposisi politik dibatasi.
·
Konsentrasi kekuasaan
Dalam
demokrasi terpimpin, kekuasaan cenderung terpusat pada pemimpin atau kelompok
kecil yang berkuasa. Hal ini dapat menyebabkan konsentrasi kekuatan politik dan
ekonomi yang tidak sehat, yang dapat mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan dan
korupsi.
·
Kurangnya akuntabilitas
Pemerintahan
dalam demokrasi terpimpin mungkin kurang akuntabel karena kendali yang kuat
dalam pengambilan keputusan dan kurangnya mekanisme pengawasan independen. Hal
ini dapat mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan tanpa konsekuensi yang
memadai.
·
Kurangnya Plurasilme
Politik
Demokrasi terpimpi sering kali membatasi
partai politik dan oposisi yang dapat beroperasi secara efektif.
Dominasinpartai tunggal atau partai kelompok politik yang kuat dapat menghambat
munculnya alternatif politik dan plurasilme dalam sistem politik.
6. Penyimpangan Demokrasi Terpimpin
:
·
Otoritarianisme
Salah satu penyimpangan demokrasi
terpimpin yang sering dikaitkan dengan demokrasi terpimpin adalah tumbuhnya
sistem yang otoriter di mana pemimpin atau kelompok kecil yang berkuasa
mengendalikan dan membatasi kebebasan individu, hak-hak politik, dan kebebasan
berpendapat. Kritik terhadap pemerintah dapat ditindas, oposisi politik
dihancurkan, dan hak-hak asasi manusia dilanggar.
·
Pembatasan kebebasan
Demokrasi terpimpin sering kali
menghasilkan pembatasan kebebasan individu seperti kebebasan berpendapat,
kebebasan pers, dan kebebasan berserikat. Pemerintah memiliki kendali yang kuat
atas media massa dan sering kali menggunakan kekuasaan untuk membatasi kritik
terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah.
·
Manipulasi politik
Dalam demokrasi terpimpin, pemimpin atau
kelompok yang berkuasa dapat memanipulasi proses politik, pemilihan umum, dan
lembaga-lembaga negara untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaan mereka.
Hal ini bisa melibatkan pengaturan hasil pemilihan, pelarangan partai politik
oposisi, atau penggunaan kekuatan negara untuk menghancurkan lawan politik.
·
Korupsi
Korupsi sering kali menjadi masalah
serius dalam sistem demokrasi terpimpin. Ketidaktransparanan dan konsentrasi
kekuasaan yang tinggi dapat memberikan peluang bagi korupsi yang melibatkan
pejabat pemerintah, pemimpin politik, dan kelompok elit yang berkuasa. Korupsi
dapat merusak integritas sistem politik dan merugikan masyarakat secara
ekonomi.
·
Ketidakadilan sosial
Meskipun demokrasi terpimpin menekankan
tujuan sosial dan ekonomi, ada kemungkinan terjadinya ketidakadilan sosial.
Kekuasaan yang terpusat pada pemimpin atau kelompok kecil dapat menyebabkan
ketimpangan ekonomi dan sosial yang signifikan. Kelompok yang berkuasa dapat
mendapatkan keuntungan yang tidak adil, sementara masyarakat umum tidak
mendapatkan manfaat yang dijanjikan.
·
Kurangnya akuntabilitas
Demokrasi terpimpin cenderung memiliki
kurangnya akuntabilitas terhadap masyarakat. Pemimpin atau kelompok kecil yang
berkuasa mungkin tidak dipertanggungjawabkan secara efektif atas tindakan dan
kebijakan mereka. Kurangnya transparansi dan kontrol independen dapat
mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan tanpa konsekuensi yang memadai
7.
Penyebab
Berakhirnya Demokrasi Terpimpin
Berikut
ini adalah penyebab berakhirnya
pemerintahan demokrasi terpimpin di indonesia
· Terjadi
Penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945
Pancasila
dan UUD 1945 adalah landasan hukum terkuat di Indonesia. Namun, saat Demokrasi
Terpimpin, justru terjadi penyimpangan Pancasila dan UUD 1945.
Bentuk
penyimpangan itu adalah:
-
Menjadikan Ketua MPR sebagai wakil presiden, sehingga membuat kedudukan MPR ada
di bawah Presiden yang menyimpang dari UUD 1945.
-
Mengeluarkan ketetapan MPR yang mengesahkan Ir. Soekarno sebagai presiden RI
seumur hidup yang menyimpang dari aturan UUD 194
-
Membuat Garis Besar Haluan Negara (GBHN) berdasarkan pidato presiden. Padahal,
GBHN dan MPR sudah diatur amanatnya dalam UUD 1945.
-
Presiden membubarkan DPR karena menolak RAPBN yang diajukan. Padahal, menurut
UUD 1945, DPR sebagai perwakilan rakyat tidak dapat dibubarkan oleh siapapun.
-
Menjadikan pers sebagai alat politik dari pemerintah yang melanggar UUD 1945
terutama pasal 28 mengenai kebebasan mengemukakan pendapat.
· Munculnya Gerakan 30 September
Penyebab
berakhirnya Demokrasi Terpimpin yang paling menonjol adalah munculnya gerakan
30 September.
Sebagai
negara yang berlandaskan Pancasila yang sila pertamanya berbunyi
"Ketuhanan Yang Maha Esa", Indonesia sangat berlawanan dengan paham
komunisme.
Oleh
sebab itu, gerakan ini sangat dilarang karena bisa membahayakan Pancasila.
Namun, Presiden Soekarno saat itu memang dikenal memiliki kedekatan paham
komunisme.
Hal
ini kemudian memicu terjadinya pemberontakan pada tanggal 30 September 1965.
Pada
peristiwa pemberontakan ini gugurlah 10 perwira TNI AD yang dikenal dengan
Pahlawan Revolusi.
Adanya
pemberontakan ini semakin menurunkan kepercayaan rakyat terhadap Demokrasi
Terpimpin.
Akhirnya,
terbitlah Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar yang sekaligus menjadi
tanda berkahirnya era Demokrasi Terpimpin.
DAFTAR PUSTAKA
https://sma13smg.sch.id/materi/masa-demokrasi-liberal-di-indonesia-1950-1959/
https://pasla.jambiprov.go.id/pengertian-dan-sejarah-demokrasi-liberal-di-indonesia/
https://fahum.umsu.ac.id/demokrasi-terpimpin-pengertian-tujuan-ciri-kelebihan-kelemahan-dan-penyimpangannya/
https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Demokrasi_Terpimpin.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ilmu_ekonomi_politik
https://pasla.jambiprov.go.id/pengertian-dan-sejarah-demokrasi-liberal-di-indonesia/#Ciri-Ciri_Demokrasi_Liberal
Post a Comment for "PERKEMBANGAN KEHIDUPAN EKONOMI POLITIK, DEMOKRASI LIBERAL DAN DEMOKRASI TERPIMPIN"