Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

geografi budaya



                                                                                                                                                    I.          PENDAHULUAN




A.      Latar Belakang











Budaya Bengkulu memang sangatlah beragam, Salah satunya adalah budaya suku Enggano yang berdomisili di pulau Enggano, Sebuah pulau yang masih masuk daerah Propinsi Bengkulu posisi astronomisnya terletak pada 05°31'13 LS dan 102°16'00 BT dan merupakan pulau terluar di Indonesia. Selain menyimpan pesona alam yang masih alami, Pulau Enggano juga banyak menyimpan kekayaan budaya Indonesia yakni melalui Suku Enggano. Tidak banyak memang yang mengetahui bahwa di Pulau Enggano terdapat penduduk asli yakni suku Enggano.
Kehidupan masyarakat pulau Enggano berpedoman kepada sistem nilai-nilai budaya warisan nenek moyangnya, seperti kelompok-kelompok suku bangsa, sistem perkawinan adat, sistem kepemimpinan tradisional, pola pemukiman tradisional dan sistem kemasyarakatan. sampai saat ini sistem-sistem tersebut masih terpelihara, dipertahankan dan dijadikan landasan sosial bagi kehidupan antarumat beragama.

Berdasarkan penelitian Pieters J Ter Keurs dari Museum Nasional Ethnologi Belanda, Suku Enggano pertama kali dilihat oleh awak kapal dari Portugis yang kapalnya mendarat di pulau tersebut pada awal tahun 1500-an. Meskipun asal-usul suku Enggano belum diketahui secara pasti, namun masyarakat setempat mmemiliki cerita tersendiri tentang adanya suku Enggano. Menurut leluhur setempat, suku Enggano berawal dari kisah hidup dua pasangan manusia bernama Kimanipe dan Manipah yang merupakan manusia pertama di pulau tersebut. Kisah mereka pun mirip layaknya kisah pasangan manusia pertama Adam dan Hawa. Kaminape dan Manipah pada awalnya adalah penumpang yang terdampar dari musibah di kapal layar mereka. kapal tersebut terkena wabah penyakit sehingga banyak yang meninggal dan hanya menyisakan mereka. Pasca peristiwa tersebut pun, mereka melanjutkan hidupnya di Pulau Enggano dan memiliki beberapa keturunan. Dari hasil hubungan merekalah muncul beberapa suku yang akhirnya menghuni Pulau Enggano yakni Kaitora, Kauno, Kaharuba, Kaahua, dan Kaarubi. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan mengenai kebudayaan suku Enggano pada bab berikutnya.


B.       Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah sebagai berikut:
1.        Untuk mengetahui bahasa yang digunakan oleh suku Enggano,
2.        Untuk mengetahui system pengetahuan yang dimiliki oleh suku Enggano,
3.        Untuk mengetahui organisasi social yang terdapat pada suku Enggano,
4.        Untuk mengetahui system peralatan hidup dan teknologi yang digunakan dalam suku Enggano,
5.        Untuk mengetahui sistemmata pencaharian hidup suku Enggano,
6.        Untuk menetahui system religi suku Enggano,
7.        Untuk mengetahu kesenian yang dimiliki suku enggano.











                                                                                                                                                      II.          PEMBAHASAN




Menurut C.Kluckhohn terdapat 7 unsur kebudayaan yang universal yaitu bahasa, system pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, system mata pencaharian hidup, system religi dan kesenian. Artinya setiap suku bangsa pasti memiliki setiap unsur kebudayaan tersebut, begitupun dengan suku Enggano


A.      Bahasa Suku Enggano

Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya. Tanpa adanya bahasa maka manusia di muka bumi akan merasa kesulitan dalam berkomunikasi. Bahasa yang digunakan oleh suku Enggano ialah bahasa Enggano. Bahasa Enggano merupakan bahasa yang persebarannya hanya di pulau Enggano dan empat pulau kecil di sekitarnya. Bahasa ini termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia, meskipun ada yang menganggapnya sebagai bahasa isolat yang meminjam rumpun bahasa Austronesia. Jumlah penutur bahasa ini kini semakin menurun. Hal ini disebabkan karena bahasa Enggano hanya terdapat di Pulau Enggano saja dan suku lain tidak menggunakan bahasa tersebut sehingga jika orang-orang suku Enggano keluar dari pulau Enggano, maka mereka yang harus beradaptasi dengan bahasa lain karena banyak yang tidak mengetahui bahasa mereka sehingga lama kelamaan jarang yang menggunakan bahasa Enggano.








B.       Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan dari suku Enggano masih tergolong tradisioanl, hal ini dapat dilihat dari pengetahuan mereka dalam hal polapermukiman yang masih sangat treadisional, yaitu berdasarkan pada kesatuan teritorial dari bentuk terkecil sampai bentuk terbesar, dengan urutan sebagai berikut:
·          Kaudara,
·          Anai’ya dan
·          Ma’aoa.

Kaudura adalah beberapa keluarga inti yang lokasi tempat tingalnya berdekatan membentuk satu wilayah pemukiman sendiri. Anai’ya adalah kesatuan wilayah pemukiman yang terdiri dari 2-3 kaudara, yang lokasinya berdekatan. Adanya anai’ya ditujukan untuk menggalang kerjasama antara sesama warga kaudara yang lebih menitikberatkan pada masalah tolong-menolong dalam kehidupan sehari-hari. Ma’aoa adalah kesatuan wilayah pemukiman yang terdiri dari 2-7 anai’ya, yang lokasinya berdekatan. Adanya ma’aoa ditujukan untuk menggalang kerjasama antara sesama para warga suku bangsa.


C.      Organisasi Sosial

Dalam sebuah organisasi social kemasyarakatan terdapat beberapa unsur, misalnya sistem kekerabatan, sistem perkawinan, system kepemimpinan dan system kemasyarakatan. Sistem kekerabatan di dalam suku bangsa Enggano adalah hubungan saudara antara individu baik dalam satu kaudara, ma’aoa maupun desa yang diikat dengan kesadaran akan nenek moyang yang sama, keturunan dan perkawinan. Karena itu, orang Enggano memiliki kebiasan untuk mengatakan bahwa orang-orang yang berada di pulau ini adalah seluruhnya bersaudara. Sedangkan untuk Perkawinan orang Enggano didasarkan pada adat dan agama. Perkawinan yang ideal bagi orang Enggano adalah eksogami klen kecil (antar kerabat). Suku Enggano menganut sistem matrilineal dengan perempuan sebagai pewaris suku. Warisan biasanya berupa barang tidak bergerak seperti tanah yang juga diwariskan kepada anak perempuan. Sedangkan kaum laki-laki hanya menerima peralatan pertanian dan senjata tajam. Meskipun menganut sistem matrilineal, kepala suku tetaplah kaum laki-laki.

Sistem kepemimpinan suku Enggano masih bersifat tradisional. Pada masa kolonialisme Belanda seorang pemimpin di dalam suku bangsa Enggano disebut kahai yamunya, yang dipilih dari kelima Paabuki Pada masa pasca kolonialisme Belanda, pimpinan kahai yamuiya diganti oleh seorang Paabuki. Jabatan Paabuki ini ditunjuk melalui musyawarah suku bangsa. Paabuki ini dibantu oleh ekap’u (kepala suku bangsa), yang bertanggung jawab terhadap segala urusan yang menyangkut kepentingan warga suku bangsa. Selain itu, Paabuki dibantu oleh seorang orai, yang bertugas mengawasi semua urusan keungan dan barang yang diperoleh dari denda adat. Sedangkan untuk sistem kemasyarakatan Enggano dilandasi oleh gotong-royong dalam kebutuhan sehari-hari.


D.      Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

Sistem peralatan hidup suku Enggano masih tergolong sederhana.


E.       Sistem Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk suku Enggano berasal dari pertanian. namu pertanian yang mereka kembangkan adalah pertanian perkebunan bukan persawahan. Hal ini dapat dilihat dari areal persawahan yang terbatas, yaitu hanya 25 Ha yang terdapat di Desa Kaana dan Desa Banjar Sari dengan system persawahan irigasi teknis yang bersal dari satu buah sungai yaitu sungai Kikuba. Mereka hidup rata dari hasil perkebunan. Perkebunan yang dikembangkan merupakan jenis perkebunan rakyat jenis cokelat, melinjo,cengkeh, kelapa, buah-buahan dan kopi. Hasil dari perkebunan itu mereka jual ke Kota Bengkulu. Selain itu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat di Pulu Enggano mengelola peternakan kerbau, sapi, kambing, ayam dan itik.



F.       Sistem Religi

Sebagian besar penduduk pulau Wnggano merupakan masyarakat yang religius. Lebih dari 96 % penduduk menganut agama Islam aliran Sunni dan Kristen mazhab Protestan dimana pemeluk agama Islam sedikit lebih banyak, namun perbedaan agama oleh masyarakat Enggano tidak terlalu dipermasalahkan dan mereka sampai saat hidup berdampingan dengan rukun, saling hormat-menghormati dan menghargai agama lain walaupun berbeda kepercayaan, aqidah dan keyakinan. Sebagai contoh adalah pembangunan masjid pembangunan masjid Jami’ yang dikerjakan bersama-sama secara gotong-royong oleh penduduk Enggano, baik umat Islam maupun Kristen-Protestan. Yang menjadi landasan sosial antarumat beragama adalah norma-norma hukum adat. Namun masih ada pula penduduk asli pulau Enggano yang beragama ameok yang merupakan sejenis kepercayaan Animisme.


G.      Kesenian























DAFTAR PUSTAKA





Animous. 2010. Bahasa Enggano. http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Enggano
Diakses pada tanggal 15 November 2012 pukul 14.00 WIB.

Animous. 2010.Pulau Enggano. http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Enggano. Diakses pada tanggal 15 November 2012 pukul 14.00 WIB.

Animous. 2011. Menilik Kehidupan Suku Enggano di Pulau Enggano. http://palingindonesia.com/menilik-kehidupan-suku-enggano-di-pulau-enggano/. Diakses pada tanggal 16 November 2012 pukul 10.00 WIB.

Arios, Rois Leonard .2011. Orang Enggano dan Pelestarian Alam.
http://sosbud.kompasiana.com/2011/04/21/orang-enggano-dan-pelestarian-alam/. Diakses pada tanggal 15 November 2012 pukul 14.00 WIB.

Berbagi dengan Sahabat. 2009. Interaksi Sosial Umat Beragama di Pulau Enggano.http://sahbatt.blogspot.com/2009/05/interaksi-sosial-umat-beragama-di-pulau.html. Diakses pada tanggal 15 November 2012 pukul 14.00 WIB.

Rejang, Taneak. 2010. Ragam Budaya Bengkulu Suku Enggano. http://ragambengkulu.blogspot.com/2010/01/ragam-budaya-bengkulu-suku-enggano.html. Diakses pada tanggal 16 November 2012 pukul 10.00 WIB.

Zulkarnain.2011. Model Interaksi Sosial Antarumat Beragama. http://www.averroes.or.id/research/model-interaksi-sosial-antarumat-agama.html. Diakses pada tanggal 15 November 2012 pukul 14.00 WIB.

Post a Comment for "geografi budaya"